LAHAT, BERANTASSUMSEL.COM -
Permasalahan tapal batas wilayah Desa Muara Lawai, Kecamatan Merapi Timur, Kabupaten Lahat belum juga usai. Sementara lahan milik warga Muara Lawai saat ini telah digarap oleh pihak PT Banjarsari Pribumi, yang sama sekali belum pernah ada ganti rugi, dan bahkan tanah tersebut diklaim milik warga Desa Banjarsari.Oleh sebab itu, puluhan warga Desa Muara Lawai didampingi oleh Tim Advokasi Aliansi Indonesia mengadakan demo di lokasi tambang perusahaan PT Banjarsari Pribumi (BP). Dalam aksi demo tersebut, warga Muara Lawai memasang pelang batas tanah mereka, memberikan surat tuntutan kepada pihak PT Banjarsari Pribumi (BP) serta memberikan orasi sedikit kepada pihak perusahaan.
“Ada beberapa tuntutan yang kami tuangkan dalam surat kami tersebut. Apabila dalam waktu 7 hari tuntutan kami tidak diindahkan, maka kami akan kembali dan menduduki lokasi serta menutup paksa operasional tambang” ujar Aripendi Kuris selaku koordinator lapangan, Rabu,(10/10/2018).
Tim Advokasi Aliansi Indonesia Usttadz M Kanda Budi Setiawan, SPdI, SH didampingi pengacara Jamaludin Aproni, SH mengatakan, pada tingkat lokal Sumatera Selatan seperti Kabupaten Lahat pasca berubahnya rezim dari rezim kontrak karya dan kuasa pertambangan (KK/KP) berubah izin usaha pertambangn (IUP) 2009 ditandai dengan keluarnya Undang-undang Minerba Nomor 4 Tahun 2009, sungguh sangat miris sekali bagi masyarakat sekitar tambang, selain hanya menjadi penonton juga sebagai penikmat pencemaran lingkungan akibat aktivitas penambangan batubara khususnya diwilayah Muara Lawai.
Setidaknya ada 4 IUP seperti PT Bukit Asam, PT Budi Gema Gempita, PT Golden Great Borneo dan PT Banjarsari Pribumi. Kemudian telah terjadi pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan oleh PT Banjarsari Pribumi.
“Bahwa PT BP tidak melaksanakan ketentuan Pasal 135, Pasal 136 Ayat (1) (2) dan Pasal 137 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batubara.
"Selain itu, PT BP juga tidak melaksanakan ketentuan Pasal 26 Ayat (1) hurup (k), (u), (y) Peraturan Pemerintah (Permen) Energi Sumber Daya Manusian Nomor 34 Tahun 2017 tentang pelaksanaan pertambangan mineral dan batubara. Dan PT BP tidak melaksanakan ketentuan Pasal 29 dan Pasal 38 Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang pelaksanaan pertambangan mineral dan batubara," papar Ustadz M Kanda Budi.
”Berdasarkan surat tuntutan masyarakat yang kami terima, masyarakat Desa Muara Lawai mendesak PT Banjarsari Pribumi untuk menghentikan segala aktivitas penambangan batubara diatas lahan warga yang belum diganti rugi dan warga juga mendesak Gubernur Sumsel menerapkan Pasal 38 Ayat (2) Permen ESDM 34 Tahun 2017 dan Pasal 40 (2) Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018 serta masyarakat juga mendesak Bupati Lahat segera memediasi penyelesaian ganti rugi lahan masyarakat Muara Lawai," ujar Ustadz M Kanda Budi kembali.
Sementara itu, Joko Sutrisno selaku humas PT BP ketika dikonfirmasi oleh awak media dengan gaya arogan mengatakan, silahkan saja mereka menyampaikan aspirasi mereka.
"Dan silahkan sampaikan ke Pemda Lahat, kita ikuti apa kata Pemda. IUP perusahaan ini atas nama Desa Banjasari bukan Desa Muara Lawai. Yang menerbitkan IUP adalah bupati, kita menyebutkan bupati sudah legal, tidak ada bupati yang abal-abal, jangan ditambah dan dikurangi apa yang saya katakan, itulah adanya," imbuhnya.
Joko juga menambahkan bukan hanya warga Muara Lawai yang menuntut hak mereka, ada juga warga lain yang sudah puluhan tahun ingin menuntut hak mereka seperti, Desa Gedung Agung, dan Banjarsari.
"Dalam hal ini M Alam mewakili warga desa Muara Lawai menyebutkan Joko itu tahu apa tentang PT BP, dia bukan penduduk sini, dan justru kami dari warga Muara Lawai kuat menaruh curiga, Joko ini ada keterlibatan terkait tanah warga Muara Lawai," kata M Alam.
"Sekali lagi kami katakan Muara Lawai tidak pernah berbatasan dengan Desa Banjarsari dan sejak kapan desa Banjarsari punya tanah disana," pungkasnya dengan geram. (Komline/Bakron)
Posting Komentar
0Komentar