BALI - Pembangunan ekonomi nasional menurut Undang-Undang Dasar (UUD) Negera Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bertujuan untuk keadilan dan kemakmuran, kesejahteraan umum, pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, kekeluargaan, penguasaan negara dan demokrasi ekonomi.
Untuk capaian saat ini data statistik menunjukkan dalam kurun waktu 4 tahun 2014 hingga 2018 pertumbuhan ekonomi stabil dan bahkan meningkat. Hal tersebut diungkapkan oleh Dr, Panutan S Sulendrakusuma dari Lemhanas RI dalam diskusi publik yang bertema " Pembangunan Ekonomi Nasional, Capaian dan Problematika" yang di selenggarakan oleh Mandiri Djaya di Hotel Sense Sunset Seminyak Bali. Sabtu (1/12).
Sementara itu narasumber lain, Direktur Eksekutif Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Ida Bagus Purwa Sidemen, MSi, menyatakan Provinsi Bali sebagai tempat tujuan wisata menyumbang 40 persen atau sekitar 8 Miliar USD devisa negara yang diperoleh dari sektor pariwisata dengan total kunjungan wisatawan mancanegara hingga bulan Oktober 2018 4,1 juta dari target kunjungan wisman 6,5 juta di Pulau Dewata.
Adapun wisatawan terbanyak berasal dari negera Tiongkok. Orientasi masyarakat di Bali telah berubah dari yang semula merupakan masyarakat agraris dengan mata pencaharian sebagai petani menjadi masyarakat pelaku penyedia tempat wisata, dan hal ini juga berdampak meningkatkan kesejahteraan warga Bali dari pendapatan perkapita. Pada saat ini hampir semua wilayah di Pulau Bali melakukan pembangunan yang berorientasi pada sektor wisata.
PHRI juga sangat mendukung kebijakan pemerintah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi nasional yang juga sejalan dengan program kegiatan PHRI untuk meningkatkan kemajuan sektor pariwisata terutama di pulau Bali “ ujar Purwa Sidemen.
Sedangkan Pakar ekonomi dari Universitas Udayana Prof, I Wayan Windia dalam diskusi tersebut menyampaikan visi pembangunan Bali tahun 2005–2025 tentang Bali Dwipa Jaya, adil dan demokratis serta aman dan bersatu, dalam wadah NKRI berlandaskan Tri Hita Karana.
Sementara Bali Azka Subhan yang juga Narasumber dari Bank Indonesia menyampaikan data-data statistik perekonomian nasional khususnya Provinsi Bali. Kinerja ekonomi Bali pada triwulan ketiga 2018 mengalami pertumbuhan 6,24 yoy sementara inflasi pada bulan Oktober 2018 tercatat sebesar 3,62 persen (yoy), sedikit lebih tinggi dibanding Triwulan III sebesar 3,60 persen (yoy).
Sejumlah tantangan yang dihadapi ekonomi Bali kedepan antara lain tingginya ketergantungan ekonomi Bali pada bidang usaha pariwisata, turunnya kualitas wisman serta tingginya alih fungsi lahan, terang Wakil Kepala BI Bali.
Dalam kesempatan terpisah Ketua PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau yang akrab disapa Cok Ace saat ditemui di kediaman mengatakan Pariwisata Bali menghasilkan devisa tertinggi yang juga menunjang pembangunan ekonomi masyarakat Bali dan Nasional.
Dalam kesempatan itu Cok Ace juga menambahkan kebijakan yang diambilnya pada saat ini baik sebagai Wagub Bali maupun Ketua PHRI Bali tidak lain hanya untuk melindungi dan mensejahterakan rakyat di Bali. “Ada pemberitaan wisata ke Bali dijual sangat murah di Tiongkok dan harga tersebut dibawah rata-rata. Dalam berita juga terdapat isu bahwa wisatawan Tiongkok dipaksa untuk belanja di sejumlah toko dengan membeli produk Tiongkok yang disamarkan seolah-olah produk masyarakat Bali dengan harga yang sangat mahal. Toko-toko itu diduga kuat mempekerjakan tenaga kerja asing asal Tiongkok tanpa izin. Jadi itu sangat merugikan kita dan menyalahi etika, oleh karena itui saya telah menutup beberapa toko milik warga Tiongkok di kawasan Benoa Kabupaten Badung," ungkap Cok Ace menambahkan.
Cok Ace menegaskan, dalam meningkatkan pembangunan ekonomi nasional bukan hanya tanggung jawab dari pemerintah akan tetapi tanggung jawab seluruh stake holder guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. (IMO/Red)
Posting Komentar
0Komentar