PALEMBANG, BS.COM - Reformasi sistem jaminan sosial di Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UU Nomor 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah membawa babak baru dalam penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharap dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak, apabila terjadi hal‐hal yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan, karena sakit, kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut dan pensiun.
Sosialisasi SJSN kepada masyarakat dinilai menjadi salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan SJSN. Untuk itu, enam jurnalis dari enam provinsi di Indonesia diundang untuk memotret dan mendokumentasikan tentang SJSN di Indonesia. Dari kacamata jurnalistik, mereka mengemukakan isu-isu yang dihadapi oleh berbagai pemangku kepentingan dan pihak yang diuntungkan dari Jaminan Sosial Nasional, terutama yang berfokus pada Program Kesehatan (JKN) di wilayah kerja masing-masing. Tantangan, kenyataan di lapangan, dan inisiatif lokal yang terkait dengan jaminan sosial digambarkan dalam film dokumenter yang diberi judul Enam Penjuru.
AJI Indonesia bekerjasama dengan Friedrich Ebert Stiftung (FES) menggelar diskusi dan pemutaran film dokumenter ini di Hotel 101 Palembang pada Rabu (19/12).
Hadir sebagai pembicara antara lain perwakilan AJI Indonesia Muhammad Taufiq, BPJS Watch Timbul Siregar, dua jurnalis yang terlibat Ronny Adolof Buol dan Aris Indrianto, serta Perwakilan BPJS Kesehatan Kota Palembang R Chandra Budiman. Diskusi hangat diikuti para jurnalis di Palembang, pers mahasiswa, komunitas blogger, hingga penggiat sosial kemasyarakatan.
Koordinator Kegiatan AJI Indonesia, Joni Aswira mengatakan, AJI Indonesia bekerja sama dengan FES menggelar diskusi dan pemutaran film Enam Penjuru bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada jurnalis dan masyarakat sipil atas pelaksanaan SJSN. AJI Indonesia sendiri sudah sejak lama intens membangun kesadaran ini di banyak tempat, mengingat profesi jurnalis merupakan pekerjaan yang berisiko.
“Kebanyakan perusahaan media tidak mau membayarkan jaminan bagi pekerja media seperti jurnalis,” ujar Joni.
Divisi Program Officer FES, Rina Julvianty menyatakan, film Enam Penjuru ini bukan sebuah propaganda tapi merupakan suara dari jurnalis atas kenyataan pelaksanaan SJSN. Alasan pihaknya tidak memproduksi sendiri film dokumenter tapi melibatkan jurnalis dikarenakan kacamata jurnalis dinilai lebih objektif. Diharapkannya, film ini bisa menjadi media untuk sosialisasi dan menuju Universal Coverage 2019.
“Palembang menjadi kota pertama dari 10 kota dalam launching film ini,” kata Rina.
Sementara itu, Produser Film Enam Penjuru dari Watchdoc, Yuni Eko Sulistyono mengatakan, film ini rangkaian dokumentasi dari enam daerah di Indonesia, antara lain Jakarta, Kediri, Manado, Banyumas, Aceh, dan Bali. Jurnalis yang terlibat mengambil sudut pandang yang berbeda dari pelayanan BPJS di enam daerah tersebut, seperti dari sisi peserta BPJS Kesehatan.
“Tentu ada kesulitan masing-masing setiap reporter yang membuat film ini di setiap daerah. Dan kita gabungkan dari enam daerah ini sehingga dikemas dalam bentuk film dokumenter berdurasi kurang lebih 50 menit ini," ungkapnya.
Hadir dalam kesempatan itu, Kepala Bidang Perluasan Peserta dan Kepatuhan BPJS Kesehatan Kota Palembang, R Candra Budiman mengapresiasi film Enam Penjuru. Diakuinya, empat tahun perjalanan program keluhan sudah banyak diterima. (IMO Sumsel Indonesia)
Posting Komentar
0Komentar