PALEMBANG, BS.COM - Para komisioner KPU terpilih yang baru dilantik Periode 2019-2022, diharap dapat lebih memahami serta menjalankan amanat Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Nomor 14 Tahun 2008 pada proses pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak April 2019.
Hal itu ungkapkan oleh Koordinator Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumsel, Nunik Handayani, Rabu (9/1/19). Menurutnya, supaya masyarakat bisa mendapatkan dan mengetahui informasi apa saja yang telah dilakukan KPU selama proses pelaksanaan pilkada.
Selain itu juga, dalam hal penggunaan anggaran baik yang bersumber dari APBN maupun APBD KPU juga harus transparan kepada masyarakat. Sehingga, lanjut dia apa yang menjadi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi sesuai yang diamanatkan UU KIP 14/2018 bisa terpenuhi, dan ini wajib dilakukan KPU sebagai Badan Publik atau Lembaga Negara.
“KPU sudah jelas memiliki acuan dalam pelaksanaan pilkada, mulai dari proses seleksi calon hingga penggunaan anggarannya. Ini wajib dipublish melalui web KPU sendiri yang juga harus secara detail,” ungkap Nunik, Rabu (9/1/2019).
Lebih lanjut Nunik mengatakan, negara Indonesia adalah negara demokrasi dan di Indonesia ada dua istilah yang harus diketahui dalam proses Pemilu. Pertama, obligation to tell atau kewajiban menyampaikan, terutama berkaitan dengan apa yang dikerjakan oleh negara kepada publik.
Dan selanjutnya istilah kedua yaitu, ada yang namanya leople right to know. Masyarakat pun punya hak untuk tahu. Kalau pemimpin lembaga sadar ada kewajiban untuk menjalankan amanat UU KIP, itu artinya tidak perlu didesak lagi ketika masyarakat mempertanyakan terkait proses pelaksanaan pemilu, sebab hal tersebut sudah ada mekanismenya.
“Jadi kami ingatkan, jika hal itu tidak dipatuhi, maka dapat digugat secara hukum. Karena itu, KPU sudah sepatutnya wajib mematuhi UU tersebut,” tegasnya.
FITRA juga berharap kepada komisioner terpilih di seluruh kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Sumsel yang sudah dilantik Periode 2019-2022, agar lebih transparansi khususnya dalam penggunaan anggaran.
“Begitu anda duduk disitu, umumkan program anda, umumkan anggaran anda, dan diumumkan secara berkala. Menaikkan di website. Ini Perintah UU loh, karena itu adalah kewajiban, dan disitu juga ada hak untuk rakyat ketahui. Kalau itu tidak dilakukan, iya masyarakat bisa menggugatnya,” terangnya.
Nunik pun menuturkan informasi apapun yang berkaitan dengan lembaga negara, tentu sebagai warga Indonesia mempunyai hak untuk mengetahui. Baik dari tingkat atas hingga pada tingkat bawah.
“Kita punya hak kok sebagai warga negara. Boleh saja kita korek-korek informasi anggaran atau program-programnya kan, sebab itu juga sesuai dengan amanah Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008 itu tadi,” cetusnya.
Begitupun sebaliknya, sambung Nunik, bila ada negara yang menghalangi warganya untuk memperoleh hak untuk tahu informasi, itu berarti negara tersebut belum menghormati hak asasi yang selaras dengan hak hidup.
“Semua masyarakat baik bisa memperoleh informasi yang diproduksi lembaga negara di daerah setempat. Misalnya, dalam hal tender, program pembangunan, dananya berapa boleh untuk mengetahuinya,” tukas Nunik seraya mengatakan silahkan meminta informasinya melalui PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk penyediaan dan pelayanan informasi di badan publik. (Red)
Posting Komentar
0Komentar