PPWI Desak Presiden Bekukan Dewan Pers

Berantas Sumsel
By -
0

JAKARTA, BS.COM –Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) meminta dilakukan penataan dan perbaikan kembali sistim jurnalisme Indonesia, sekaligus mendesak presiden untuk membekukan kepengurusan Dewan Pers Periode 2016-2019, serta tidak menerbitkan Kepres baru tentang Kepengurusan Dewan Pers Periode 2019-2022.
“Kepada Presiden Republik Indonesia, baik periode saat ini, maupun presiden terpilih melalui Pilpres 17 April 2019 mendatang, PPWI mendesak untuk membekukan kepengurusan Dewan Pers Periode 2016 hingga 2019 ini, dan tidak menerbitkan kepres baru tentang Kepengurusan Dewan Pers periode 2019-2022, sebelum dilakukannya penataan dan perbaikan kembali sistim jurnalisme di negara ini," sebagaimana dilansir Media.Com tertanggal 25 Januari 2019 lalu.

Desakan pembekuan Dewan Pers yang dipintakan kepada Presiden RI tersebut, termaktum dalam butir 6  pernyataan sekaligus tanggapan PPWI atas pernyataan Dewan Pers bahwa wartawan bakal dapat sertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), sebagaimana dilansir oleh Media Online Tempo.Co tertanggal 25 Januari 2019.

Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, menilai perkembangan ini cukup baik ke masa depan. Menyikapi perkembangan tersebut di atas, dan dikaitkan dengan hal-hal yang menjadi poin perjuangan wartawan seluruh Indonesia selama ini, PPWI melalui pernyataan yang ditandatangani Wilson Lalengke selaku Ketua Umum bersama H Fachrul Razi, MIP selaku Sekretaris Jenderal PPWI,
berkesimpulan dan memberikan 7 butir pernyataan terdiri dari. Pertama, UKW Dewan Pers itu ilegal alias haram secara hukum, karena bertentangan atau melawan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Oleh karena itu, sertifikat UKW tidak boleh digunakan dan harus ditarik oleh lembaga yang mengeluarkannya. Dewan Pers harus bertanggung jawab atas penerbitan sertifikat haram tersebut, termasuk mengembalikan dana penyelenggaraan UKW yang sudah dikeluarkan oleh peserta sertifikasi ilegal tersebut. Kedua, pihak-pihak yang menggunakan sertifikat UKW sebagai acuan dalam aktivitas kegiatan resmi di lapangan merupakan penjahat jurnalistik, pengguna (penadah) barang haram. Selain wartawan lulusan UKW, pihak Pemerintah Daerah (Pemda) maupun swasta yang selama ini mempersyaratkan setiap calon mitra publikasi di unit-unit kerja di lingkungan instansi setempat, mereka termasuk dalam kategori pengguna barang ilegal, haram secara hukum, dan bisa dilaporkan ke polisi atas dugaan pelanggaran Pasal 18 Ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 1999, dan UU Ketenagakerjaan, serta PP Nomor 10 tahun 2018 junto PP Nomor 23 Tahun 2004. Kemudian, kepada seluruh wartawan Indonesia, kami himbau untuk segera melakukan gerakan class action menggungat secara hukum dan meminta pertanggung jawaban Dewan Pers atas kebijakan UKW yang bertentangan dengan UU selama ini. Kebijakan tersebut tidak hanya merugikan para wartawan lulusan UKW abal-abal, ilegal dan haram secara hukum nasional Indonesia, namun lebih daripada itu, kebijakan tersebut telah merusak tatanan hukum dan peraturan di negeri ini. Kebijakan Dewan Pers terkait UKW dan diikuti sejumlah rekomendasi yang menghambat kerja-kerja para wartawan non-UKW, bahkan telah memakan korban kriminalisasi wartawan di mana-mana, dan lebih parah lagi telah merenggut nyawa wartawan Kota Baru, Kalsel, Muhammad Yusuf, adalah sebuah perilaku inkonstitusional Dewan Pers yang mesti diminta pertanggung jawabannya, baik secara moral, administratif, maupun secara hukum positif. Lalu kepada pengurus Dewan Pers, PPWI mendesak supaya Anda meletakkan jabatan segera, dan laporkan diri ke pihak berwajib untuk menunjukkan pertanggung jawaban hukum anda semua atas segala kebijakan yang telah merugikan wartawan dan masyarakat Indonesia selama ini. Selayaknya sebagai warga negara yang baik, seluruh anggota Dewan Pers perlu memberikan contoh yang baik dengan sikap dan perilaku taat azas dan taat hukum. Selanjutnya kepada semua Kementerian/Lembaga (K/L) dan institusi pemerintahan (pusat dan daerah) maupun swasta, lembaga pers dan non-pers, serta masyarakat umum di seluruh Indonesia, PPWI menyampaikan bahwa Dewan Pers telah melakukan tindakan mal-praktek birokrasi terkait UKW dan penerbitan rekomendasi-rekomendasi selama ini.

Oleh karena itu, PPWI dengan ini menyatakan Mosi Tidak Percaya Kepada Lembaga Dewan Pers. Kepada semua K/L dan institusi pemerintahan maupun swasta, lembaga pers dan non-pers, serta masyarakat umum di seluruh Indonesia pihaknya menghimbau untuk tidak mengakui, tidak menggunakan dan/atau tidak menjadikan persyaratan, semua bentuk sertifikat UKW ilegal, haram secara hukum, yang dikeluarkan Dewan Pers bersama lembaga-lembaga penyelenggara UKW-nya selama ini. Dan ketujuh, kepada Presiden Republik Indonesia, baik periode saat ini, maupun presiden terpilih melalui Pilpres 17 April 2019 mendatang, PPWI mendesak untuk membekukan kepengurusan Dewan Pers Periode 2016-2019 ini, dan tidak menerbitkan kepres baru tentang Kepengurusan Dewan Pers periode 2019-2022, sebelum dilakukannya penataan dan perbaikan kembali sistim jurnalisme di negara ini. Serta terakhir,  kepada lembaga legislatif (DPR/DPD RI), PPWI diharapkan dapat memberikan perhatian serius terhadap masalah yang amat krusial ini. Sebagai Ketua Pelaksana Musyawarah Besar Pers Indonesia, 18 Desember 2018 lalu, atas nama lebih dari 2000 wartawan dan pewarta warga peserta Mubes yang datang dari seluruh nusantara, Ketua Umum PPWI menghimbau agar lembaga DPR RI dapat menginisiasi atau memfasilitasi penyusunan RUU tentang Jurnalisme Indonesia, baik melalui amandemen UU Nomor 40 Tahun 1999 maupun pembuatan UU yang baru.

Demikian tanggapan PPWI atas pernyataan Dewan Pers terkait wartawan akan disertifikasi BNSP untuk diketahui, dimaklumi, dan dijadikan referensi bersama. (Media.Com/Red)
Tags:

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)