PRABUMULIH, BS.COM - Masyarakat Prabumulih enggan menjadi pengecer pupuk bersubsidi untuk memenuhi kebutuhan para petani. Pasalnya, mereka takut dan trauma karena akan tersandung kasus korupsi seperti yang terungkap pada tahun lalu.
"Banyak pengecer yang menjual pupuk bersubsidi berhenti karena menyerah berjualan lantaran takut dan trauma diperiksa kejaksaan. Ini terjadi pasca terbongkarnya kasus korupsi pupuk oleh pihak kejaksaaan Prabumulih," ujar Kepala Dinas Pertanian Pemkot Prabumulih, Drs, Syamsurizal, SIP didampingi Kepala Bidang (Kabid) PSP, Sumarti, kemarin.Syamsurizal menjelaskan, pihaknya terus berupaya untuk mencari warga yang mau menjadi pengecer pupuk bersubsidi. Hal ini karena pengecer pupuk bersubsidi yang berada di karangan kewalahan, sebab mereka harus melayani petani yang akan membeli pupuk bersubsidi untuk enam kecamatan di kota Prabumulih.
"Karena jual pupuk bersubsidi murah dan untungnya kecil, makanya jarang ada yang mau. Bagi petani yang akan membeli pupuk bersubsidi harus membuat RDKK dahulu. Ditambah karena ada masalah ada pengecer yang ditangkap karena tersandung korupsi, jadi masyarakat trauma sangat jadi pengecer," tegasnya.
Sementara Kepala Bidang (Kabid) PSP, Sumarti menambahkan, adapun harga pupuk berubsidi dengan yang non subsidi selisi cukup jauh sekitar Rp 2000 perkilogram. "Untuk pupuk jenis urea harga Rp 1800 perkilo, pupuk SP-36 Rp 2000 perkilo, pupuk ZA Rp 1400 perkilo, pupuk NPK Rp 2300 perkilo dan pupuk Organik Rp 500 perkilo, jika petani beli di atas itu maka laporkan pengecernya ke kami untuk ditindaklanjuti. Tentu biaya angkut dan lainnya di luar harga," tandasnya.
Masih kata Sumarti, untuk memastikan pupuk bersubsidi disalurkan sesuai dibutuhkan petani, pihaknya menggandeng kepolisian dan kejaksaan. "Kita berharap dengan adanya pengawasan tersebut, pendistribusian pupuk tepat sasaran dan harganya sesuai dengan tarif dari pemerintah. Sehingga tidak terjadi kesalahan seperti sebelumnya," tukasnya. (Red)
Posting Komentar
0Komentar