Impor Masih Tinggi, Neraca Perdagangan April Tekor

Berantas Sumsel
By -
0

JAKARTA, BS.COM – Neraca perdagangan Indonesia di April tahun ini tekor. Ini setelah Badan Pusat Statistik merilis adanya defisit neraca perdagangan sebesar US$ 2,5 Miliar.

Kinerja ini anjlok dibanding neraca perdagangan di Maret yang mencatat surplus US$ 540,2 juta.

Tekornya neraca perdagangan ini akibat masih tingginya pertumbuhan impor. Sementara ekspor mengalami penurunan.

BPS mencatat pertumbuhan impor April naik 12,25 persen dibandingkan bulan sebelumnya US$ 13,45 Miliar.

Seluruh golongan impor tercatat mengalami kenaikan secara bulanan. Impor barang konsumsi tercatat naik 24,12 karena menjelang persiapan ramadhan.

Kemudian impor bahan baku meningkat 12,09 persen secara bulanan dan barang modal naik 6,78 persen secara bulanan.
“Impor April ini lebih rendah 6,58 persen dibanding April 2018 lalu,” kata Kepala BPS Suhariyanto di Gedung BPS, Rabu (15/5) seperti dikutip dari laman CNNIndonesia.Com
“Sebenarnya pengendalian impor di April tahun ini lebih baik dibanding tahun lalu,” ujarnya.

Tercatat, ekspor April diangka US$12,6 Miliar sementara impornya diangka US$15,10 Miliar.

Sementara itu, nilai impor kumulatif Januari hingga April mencatat US$55,77 miliar. Alhasil secara kumulatif, Indonesia masih mencatat defisit sebesar US$2,57 miliar sepanjang tahun 2019.

#Ekspor Menurun

Sementara itu, Suhariyanto menyebut nilai ekspor April ternyata turun 10,8 persen dibanding bulan sebelumnya yakni US$14,12 Miliar.

Sedangkan secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia sejak Januari ke April tercatat US$53,20 Miliar atau turun 9,39 persen dibanding periode yang sama tahun lalu US$58,72 Miliar.

Menurunnya ekspor ini disebabkan beberapa faktor. Salah satunya adalah penurunan harga komoditas batu bara, timah, nikel dan bijih besi.

Hal ini, tentunya berpengaruh terhadap ekspor pertambangan yang turun 7,31 persen secara bulanan.

Kemudian, ekspor migas Indonesia juga turun sebesar 34,95 persen secara bulanan meski harga minyak mentah Indonesia ada di angka US$68,71 per barel atau meningkat dari Maret US$63,60 per barel.

Ekspor pertanian juga tertekan karena ada penurunan harga di minyak kelapa sawit meski volumenya meningkat. Sementara itu, produksi karet melemah meski harganya stabil. Akhirnya, ekspor pertanian harus turun 6,74 persen secara bulanan.
“Penurunan ekspor ini sebenarnya mengikuti pola yang sama dengan 2018 dan 2017, dimana ekspor pasti turun pada April dibanding Maret,” tutur Suhariyanto. (RL/ML/Red)

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)