PALEMBANG, BS.COM – Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa palang pintu kereta api merupakan rambu utama untuk menghentikan laju kendaraan saat ada kereta api yang akan melintas, sehingga menimbulkan persepsi akan kewajiban PT KAI untuk memberi palang pintu kereta api di perlintasan tersebut.
Apabila dikembalikan pada peraturan dan undang-undang perkeretaapian, saat melintasi beberapa perlintasan kereta api (KA) yang berpalang pintu, biasanya bunyi. Dari undang-undang (UU) tersebut sering disebutkan bahwa palang pintu perlintasan, bukanlah rambu utama, melainkan hanya sebagai alat pengaman bantu perjalanan kereta api.
Manager Humas PT KAI Divre III Palembang, Aida Suryanti mengatakan terjadinya kecelakaan di perlintasan sebidang karena masih kurangnya disiplin pengguna jalan raya untuk mematuhi aturan lalulintas.
“Seperti rambu-rambu di sekitar perlintasan KA sebidang maupun bunyi alarm dari masinis kereta api,” ujarnya dalam keterangan rilis yang disampaikannya melalui WhatsApp, Kamis (9/5/2019) kemarin.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Aida, perpotongan antara jalur kereta api dan jalan sesuai UU Perkeretaapian idealnya harus dibuat tidak sebidang, sebagaimana UU No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 91 menyatakan bahwa perpotongan antara jalur kereta api dan jalan dibuat tidak sebidang.
“Perpotongan sebidang hanya dapat dilakukan dengan tetap menjamin keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api dan lalulintas jalan, namun kondisi tanah atau jalan yang saat ini sangat dekat pemukiman masyarakat dan menjadi akses warga menjadi persoalan yang tidak mudah,” katanya.
PT KAI pun, sambung Aida terus gencar melakukan sosialisasi keselamatan perjalanan kereta api melalui himbauan di media massa, FGD maupun dengan sosialisasi langsung bersama komunitas pecinta kereta api, karena aturan yang ada pun sudah jelas, salah satunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalulintas Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 114 menyatakan bahwa pada perlintasan sebidang antara jalur KA dan jalan.
“Pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi dan palang pintu KA sudah mulai ditutup, serta wajib mendahulukan kereta api,” sambung dia.
Selain itu, Aida menjelaskan juga pada pasal 296 disebutkan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor pada perlintasan antara kereta api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp750 ribu rupiah.
“Kami meminta agar masyarakat selalu waspada ketika melintasi setiap rel, untuk tidak menerobos, selalu memperhatikan rambu dan sirine yang biasa dibunyikan apabila kereta akan lewat,” imbaunya.
“Kalau di setiap perlintasan baik yang berpalang pintu atau tidak, pasti terpasang rambu untuk berhati-hati dan stop, maka para pengguna jalan harus waspada dan mematuhi rambu itu dan kalau akan melanjutkan perjalanan dengan melihat ke arah kanan- kiri, apabila tidak ada kereta yang melintas baru lanjut,” tambahnya. (Red)
Posting Komentar
0Komentar