THAILAND, BS.COM – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), yakni Wiranto menyampaikan apresiasi kepada Sekretaris Jenderal ASEAN untuk pembaharuan komprehensifnya dalam Pilar ASEAN Political-Security Community (APSC).
Dikatakan, hingga saat ini, Cetak Biru Komunitas APSC 2025 hampir mencapai setengahnya pada Tahun 2021 mendatang.
“Harapan tulus kami agar Sekjen APSC terus menjalin hubungan yang lebih erat dengan kepala negara kami untuk memastikan bahwa agenda kami diimplementasikan. Kami yakin bahwa kemajuan ini akan membawa manfaat nyata bagi masyarakat kami sebagai wujud komitmen kami untuk mencapai visi Komunitas ASEAN 2025,” ujar Menko Polhukam Wiranto dalam APSC Meeting di Thailand, Sabtu (22/6/2019).
“Kita perlu terus memantau kemajuan dan hasil cetak biru itu. Oleh karena itu, kita harus mengembangkan mekanisme pemantauan komprehensif yang ditingkatkan, karena kita memasuki tinjauan jangka menengah pada tahun 2021,” sambungnya.
Dalam kesempatan tersebut, ada beberapa isu yang menjadi bahasan utama. Diantaranya; yaitu mengenai terorisme. Menko Polhukam mengatakan, masyarakat Indonesia telah melihat bagaimana para teroris ini terus mengembangkan strategi dan taktik mereka baik secara kelompok maupun individu. Menurutnya, ini termasuk fenomena baru dengan keterlibatan perempuan dan anak-anak dalam serangan mereka.
“Kami senang mengetahui bahwa lembaga penegak hukum kami masing-masing telah berhasil melakukan beberapa operasi di wilayah kami. Mari kita tugaskan mereka untuk melanjutkan dan memperkuat kolaborasi mereka termasuk, upaya bersama mereka untuk berbagi informasi yang efektif di jaringan teroris lintas batas,” kata Menko Polhukam Wiranto.
Selain itu, para aparat penegak hukum juga perlu bekerja untuk menghentikan aliran keuangan teroris, serta untuk menghentikan akses mereka ke berbagai platform di internet.
“Sementara itu, mari kita lanjutkan kolaborasi kita dalam melawan radikalisasi dan deradikalisasi,” ungkapnya.
Terkait masalah terorisme ini, telah dirumuskan Rencana Kerja Rencana Aksi ASEAN untuk Mencegah dan Menangkal Bangkitnya Radikalisasi dan Ekstremisme Kekerasan 2018-2025, yang juga fokus pada pencegahan dan deradikalisasi. Untuk itu, Menko Polhukam mengajak seluruh pihak untuk letakkan lebih banyak pekerjaan praktis pada program ini, termasuk berbagi pengalaman yang melibatkan semua pihak, terutama perempuan dan remaja.
“Sebagai contoh, sejak 2016, Indonesia telah memprakarsai sebuah program yang disebut Duta Besar untuk perdamaian di ruang maya dimana kami memberdayakan kaum muda kami termasuk kaum muda dari negara-negara ASEAN. Pada April tahun ini di Jakarta, mereka berkumpul di sebuah lokakarya regional tentang komunikasi strategis untuk melawan radikalisme melalui internet,” imbuhnya pria tersebut.
Isu kedua mengenai perkembangan positif pada masalah Negara Bagian Rakhine. Menko Polhukam mengakui bahwa AHA Centre, bersama dengan Sekretariat ASEAN dan Pemerintah Myanmar telah menyelesaikan penilaian kebutuhan awal dengan beberapa rekomendasi tentang proses repatriasi untuk orang-orang Rakhine yang sukarela, aman dan bermartabat. Namun menurutnya, perlu juga diantisipasi konsekuensi munculnya unsur-unsur radikalisme dan ekstremisme yang dapat mengarah pada terorisme dan adanya sindikat perdagangan manusia yang mencoba mengeksploitasi orang-orang yang rentan.
“Kedua ancaman tersebut dapat membawa tantangan keamanan di wilayah kami,” terangnya.
Isu ketiga tentang kerja sama hukum. Menko Polhukam menyambut baik persetujuan untuk meresmikan “Perjanjian ASEAN tentang Bantuan Hukum Saling Timbal" sebagai komponen penting untuk memerangi jaringan kejahatan global.
“Kita perlu terus mempromosikan standar internasional untuk memerangi kejahatan lintas negara, termasuk pekerjaan tentang Perjanjian Ekstradisi ASEAN,” bebernya.
Isu keempat tentang masalah Laut Cina Selatan. Menurutnya, ASEAN telah membuat kemajuan yang signifikan dalam negosiasi Teks Negosiasi Draft Tunggal Kode Etik.
“Kita perlu mempertahankan momentum positif ini dengan menunjukkan persatuan dan solidaritas kita ASEAN pada proses untuk mencapai kesimpulan awal dari CoC yang efektif dan substantif,” kata Menko Polhukam Wiranto.
Isu kelima mengenai infrastruktur kritis yang saling berhubungan di Asia Tenggara, rencana ekonomi dan ekonomi digital tidak kebal terhadap ancaman dunia maya. Menurut Menko Polhukam, saat ini Negara-Negara ASEAN menghadapi tantangan lain termasuk perbedaan tingkat kematangan dunia maya, prioritas kebijakan, tingkat pengembangan, dan sumber daya.
“ASEAN perlu mengeksplorasi cara mengimplementasikan Pernyataan Para Pemimpin ASEAN tentang Kerjasama Keamanan Siber dengan merujuk pada 11 norma sukarela global dari Kelompok Ahli Pemerintah PBB 2015 dan mengembangkan pemahaman bersama yang bahkan lebih dalam di dalam konteks ASEAN, termasuk untuk mempromosikan norma-norma di ruang siber,” kata Menko Polhukam Wiranto.
Isu keenam membahas tentang hubungan eksternal ASEAN. Menko Polhukam berpandangan bahwa mempertahankan peran sentral ASEAN sebagai kekuatan pendorong utama kerja sama sangatlah penting. “Dalam hal ini, kami senang bahwa ASEAN sedang dalam proses mengadopsi Outlook Indo-Pasifik ASEAN dan kami berharap untuk mengadopsi dokumen awalnya,” katanya.
Poin terakhir, yaitu untuk memperkuat peran ASEAN dalam membangun kapasitas dalam penyelesaian konflik dan rekonsiliasi, serta lebih lanjut memperkuat nilai-nilai yang berorientasi perdamaian menuju harmoni, perdamaian, keamanan dan stabilitas di kawasan kita dan sekitarnya.
“Kami percaya ASEAN– Institut Perdamaian dan Rekonsiliasi (ASEAN-IPR) memiliki potensi untuk memainkan peran penting dalam mempromosikan berbagi pengetahuan dan rekomendasi kebijakan. Kami yakin bahwa ASEAN-IPR, dengan dukungan penuh dari Negara-negara Anggota ASEAN, akan dapat menjalankan peran ini,” tukas Menko Polhukam. (Red)
Posting Komentar
0Komentar