#Pemkot Palembang Kembali Dibidik Ombudsman
PALEMBANG, BS.COM – Walikota Harnojoyo orang nomor satu di Pemerintah Kota Palembang yang paling bertanggung jawab atas kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Karena itu, dalam waktu dekat Ombudsman RI perwakilan Sumsel segera memanggil Pemkot Palembang untuk menjawab tuntutan dan bertanggung jawab atas keluhan masyarakat.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumsel, M Adrian memastikan proses yang saat ini ditangani akan terus berjalan. Pihaknya berencana akan kembali memanggil Pemkot Palembang untuk dimintai keterangan.
“Pemkot mungkin setelah DPRD. Sebelumnya kami sudah mendapatkan bahan dari mereka. Sekarang kami menguji bahan itu dan mengumpulkan data di lapangan juga termasuk meminta pendapat dari para pihak. Mungkin minggu depan Pemkot akan kami panggil lagi setelah bertemu dengan dewan,” ungkapnya.
Untuk saat ini Ombudsman Sumsel akan menurunkan tim untuk mengecek ke masyarakat, dan meminta keterangan dari para ahli atau akademisi.
“Rencana kami di minggu ini kalau bukan Kamis depan kami minta keterangan dari para ahli (akademisi) untuk melihat dari aspek hukum dan kebijakan publiknya. Besoknya, kami akan menyebar tiga tim yang akan langsung mengecek sampel ke masyarakat,” lanjutnya.
Sebelumnya, Kepala Bappeda Kota Palembang, Harrey Hadi memastikan jika kenaikan PBB tidak akan memengaruhi rencana pembangunan yang sudah dituangkan dalam RPJMD. Akan tetapi, dirinya mengaku hanya akan membangun diatas aset lahan pemkot saja, karena pembebasan lahan yang membutuhkan biaya tinggi.
“Apakah kenaikan NJOP akan memengaruhi arah kebijakan pembangunan Kota Palembang ke depan. Kalau itu mungkin bisa ditanyakan kepada kadispenda, saya tidak tahu persis terkait itu. Pada intinya, kami mencoba (pembangunan) aset-aset pemerintah saja yang tidak perlu membebaskan lahan. Kami mengembangkan itu. Karena untuk membebaskan lahan itu kan membutuhkan biaya tinggi. Oleh karena itu kami mamastikan, kalaupun ada pembangunan itu adalah lahan-lahan yang ada di aset Pemkot Palembang,” ujarnya.
Terlepas dari itu, Walikota (Wako) Palembang seharusnya menjadi pihak yang paling bertanggung jawab, karena kebijakan tersebut tertuang dalam surat keputusan wako. Terjadinya rolling pejabat yang menyasar sebagian besar staf Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) termasuk kepala dinasnya, dapat memunculkan persepsi negatif bagi kepemimpinan wako saat ini.
“Perkara urusan internal terjadi seperti itu (rolling pejabat), Penafsiran dari masing-masing orang yang melihatnya. Bisa orang mengaitkan (rolling pejabat karena isu PBB naik) itu bisa saja terjadi, karena menimbulkan perdebatan di masyarakat. Tetapi bisa juga tidak, karena keputusan ada pada Wako,” jelas Rektor Universitas Taman Siswa, Drs H Joko Siswanto kepada Simbur, Selasa (18/6).
Perkara jajarannya dianggap menimbulkan kontroversi, dan wako mengambil kebijakan bahwa kadispenda tidak tepat, Joko menilai itu adalah urusan wako. Tetapi secara pembuat kebijakan adalah tanggung jawab wako, meskipun prosesnya dispenda yang mengambil inisiatif.
“Makanya untuk pelajaran seperti itu, hendaknya ketika mau mengambil keputusan yang tepat wako harus bisa rapat dulu dengan pihak-pihak terkait, kira-kira nanti (apa) efek bagi masyarakat. Itu yang harus diambil sebagai pelajaran dari kasus PBB itu,” harapnya.
Joko juga kurang setuju jika Pemkot Palembang menggratiskan PBB pada masyarakat tertentu jika tidak berdasarkan fakta di lapangan.
“Misalnya saja dari kemarin yang tidak membayar (PBB), itu dicek ulang sampai berapa jika harus disuruh membayar. Jangan gratis betul, kan begitu. Terus yang kemarin diberi keputusan bayarnya tinggi, harus diturunkan. Jadi pada dasarnya, setiap orang memiliki kewajiban membayar PBB. Perkara nanti ada yang dibebaskan nanti itu betul-betul berdasarkan fakta. Ketidakmampuan itu ada buktinya kan. Itu yang dilihat,” cemasnya. (Simbur/Red)
Posting Komentar
0Komentar