Wako Terancam Diberhentikan Sementara

Berantas Sumsel
By -
0

PALEMBANG, BS.COM - Polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Palembang yang ditandai terbitnya Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 17/2019 tentang NJOP akan memasuki babak baru.

Hal itu diketahui setelah Walikota (Wako) Palembang, Harnojoyo memenuhi undangan Ombudsman RI perwakilan Sumsel untuk melakukan paparan dan menerima Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan (LHAP) dugaan maladministrasi, Senin, (8/7).

Kepala Ombudsman Perwakilan Sumsel, M Adrian menegaskan hanya memberikan toleransi 30 hari ke depan bagi wako untuk melakukan beberapa tindakan korektif. Jika tidak, maka Wako Palembang terancam akan diberhentikan sementara dari jabatannya. “Kami kasih waktu selama 30 hari ke depan. Jika dalam jangka waktu itu pihak wako belum melaksanakan saran korektif tersebut, maka itu akan kami sampaikan ke Ombudsman RI. Kalau Ombdusman RI turun dan belum dilaksanakan, maka akan turun rekomendasi yang wajib untuk dilaksanakan,” ujar Adrian.

Kalau tidak dilaksanakan, lanjut Adrian, maka sesuai Undang-undang Nomor 23/2014 Pasal 351 (4) (UU Pemda) yakni, kepala daerah wajib melaksanakan rekomendasi ombudsman sebagai tindak lanjut pengaduan masyarakat. Kepala Daerah bersangkutan bisa saja dilakukan pemberhentian sementara dari jabatannya.
“Sementara diberhentikan, dia akan mendapat semacam diklat dari Kemendagri tentang bagaimana menjalankan pemerintahan yang baik,” tegasnya.

Ditambahkan, paling tidak keinginan ombudsman agar jangan sampai terjadi gejolak di masyarakat, karena memang dalam setiap aturan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, besaran nominal, wajib untuk melibatkan DPRD.

Dugaan maladministrasinya itu pengabaian kewajiban hukum. Jadi ada beberapa hal yang diabaikan wako dalam menerbitkan perwali tersebut. Makanya ini dalam 30 hari kami masih melihat langkah wako bagaimana detailnya. Dari keterangan wako sebelumnya, mereka sudah melaksankan itu dalam beberapa hari ini. Mungkin sesuai janji wako bahwa tidak usah menunggu 30 hari, bahkan mungkin dalam beberapa minggu ke depan, mereka sudah akan melakukan pemaparan ke masyarakat,” jelasnya.

Terkait apakah ada kemungkinan sanksi pemecatan terhadap Wako Palembang, Adrian tidak menjawabnya secara pasti. Namun, dirinya akan melihat terlebih dulu itikad wako untuk melaksanakan rekomendasi yang sudah dikeluarkan ombudsman.
“Kami akan lihat apakah wako akan melaksanakan LHAP Ombudsman. Tapi saya pikir dengan kehadiran wako dan menerima LHAP, saya pikir ini cukup sampai di ombudsman perwakilan Sumsel. Dengan sifat kooperatif wako, saya pikir dia akan melaksanakan dan memang sebelum menerima LHAP kami, Pemkot Palembang cukup kooperatif dengan ombudsman,” katanya.

Terkait kenaikan PBB, dengan kondisi Kota Palembang saat ini, Adrian memperkirakan kenaikan tersebut akan tetap terjadi. Namun, soal jumlahnya diserahkan kepada mekanisme yang akan diberlakukan Pemkot Palembang.
“PBB itu saya pikir karena memang ada kewajiban dari pemerintah kota untuk menyeaikan NJOP. Memang PBB juga salah satunya untuk kebutuhan pembangunan. Saya pikir pasti akan tetap naik, tetapi nilai kenaikannya itu nanti dilihat bagaimana mekanisme pemberian keringanan bagi masyarakat kota Palembang," terangnya.
"Namun, saya yakin besarannya akan lebih rendah dari SPT PBB yang terlebih dulu sudah beredar di masyarakat. Pasti turunlah. Tidak mungkin Wako berani datang ke sini (Ombudsman) kalau dia masih mau menaikkan PBB. Paling tidak kita melihat niat baiknya datang ke sini, karena tidak banyak pejabat publik yang siap untuk dikoreksi,” sanjungnya.

Di tempat yang sama, Wako Palembang, Harnojoyo terlihat enggan untuk melayani pertanyaan wartawan yang menderanya. Harnojoyo menegaskan jika kenaikan PBB adalah dampak dari penyesuaian NJOP saat ini.
“Hari ini kami diundang oleh ombudsman perwakilan Sumsel terkait dengan laporan hasil pemeriksaan terkait dengan PBB yang diketahui bersama adalah dampak dari penyesuaian NJOP sehingga mengakibatkan PBB naik,” ungkapnya.

Jadi, lanjut wako, ada beberapa hal yang disampaikan ombudsman untuk Pemkot Palembang melakukan langkah-langkah korektif terhadap beberapa hasil.
“Sebenarnya kami sudah melakukan langkah-langkah korektif diantaranya memberikan stimulus kepada wajib pajak terkait kenaikan PBB itu. Nilai stimulusnya nanti karena belum kami terbitkan. Setelah nanti kami konsultasikan dengan beberapa termasuk DPRD dan ombudsman, baru kami terbitkan,” ungkapnya.

Harnojoyo menambahkan akan dilakukan dengan cepat dalam waktu tidak terlalu lama.
“Sekali lagi kami sampaikan bahwa kenaikan PBB itu adalah dampak dari penyesuaian NJOP. Kalau teknisnya silakan ke Inspektor dan Kepala BPPD,” ujarnya sambil berlalu dan naik kendaraan dinasnya.

Sementara, Kepala Badan Pengelola Pajak Daerah (BPPD) Kota Palembang, Sulaiman Amin menilai jika kenaikan PBB Kota Palembang adalah sebuah keniscayaan. Pasalnya, Kota Palembang saat ini sudah lebih maju dibanding beberapa tahun yang lalu.
“Iya, itu sesuai. Jadi sangat signifikan dengan kondisi yang ada di Kota Palembang. Sebenarnya bukan kenaikan tapi penyesuaian. Mungkin kemarin bermasalah karena warga melihat dari nilai keseluruhan SPT itu. nah, sekarang wako memberikan kebijakan dengan memberikan stimulus. Misalnya dari harga Rp 1 juta, kami akan berikan stimulus 70 persen. Berarti kenaikan hanya 30 persen. Berarti tidak memberatkan masyarakat,” jelasnya.

Intinya, lanjut Sulaiman, Pemkot Palembang menyesuaikan dari kondisi lahan-lahan milik masyarakat “Penyesuaian terakhir dilakukan di tahun 2015, dan sekarang sudah 2019. Itu semua terpengaruh dari gerak langkah pembangunan-pembangunan atau perkembangan (sebuah) kota. Berarti Kota Palembang maju,” katanya.

Dilanjutkan, penyesuaian terhadap NJOP adalah amanat undang-undang, sehingga mau tidak mau harus dilaksanakan.
“Itu amanat UU Nomor 28 Tahun 2019 bahwa pemerintah kota diberikan kewenangan untuk melakukan penyesuaian. Harusnya penyesuaian dilakukan tiga tahun sekali. Kalau tidak melakukan penyesuaian berarti kami tidak menjalankan amanat UU. Jelasnya, sekarang sudah ada jalan keluar dengan pemberian stimulus,” tegasnya.

Sulaiman juga menegaskan, jika dalam upaya sosialisasi atau pelaksanaan mekanisme ada oknum BPPD yang tidak bekerja sesuai dengan aturan yang ada, maka dirinya meminta masyarakat untuk mengabadikan dan melaporkan langsung ke pihaknya.
“Photo dan laporkan kepada saya. Sanksinya kami copot dari BPPD. Kalaupun itu bisa masuk ke ranah kriminal, kami akan masukkan. Karena kalau pajak itu bukan lagi pidana biasa tetapi tipikor. Itu dijamin. Kami lagi mencari, kalau oknum saya yang nakal, silakan foto,” tegasnya.

Di tempat terpisah, Gubernur Sumsel, Herman Deru mengaku dirinya sudah mendapat laporan jika kenaikan PBB Kota Palembang dibatalkan. Selain itu, dirinya menganggap kedatangan Wako Palembang ke Ombudsman hanya sebagai bentuk klarifikasi.
“Tapi kemarin saya sudah dapat laporan bahwa Pemkot Palembang membatalkan kenaikan PBB. Saya sudah dapat info. Yah itu klarifikasi, biasa saja,” ujarnya singkat.

Untuk diketahui, ada beberapa rekomendasi yang dikeluarkan Ombudsman Perwakilan Sumsel dalam LHAP dugaan maladministrasi yang dilakukan Wako Palembang melalui kebijakannya di Perwali Nomor 17 dan 18 Tahun 2019. Pertama, untuk mengoreksi Perwali Nomor 17 dan 18 Tahun 2019. Wako harus berperan aktif untuk melibatkan DPRD kota Palembang dan unsur-unsur dari masyarakat. Kedua, apabila tindakan korektif telah dilaksanakan, segera lakukan sosialisasi secara massif ke masyarakat baik melalui media cetak, elektronik, maupun media sosial. Sehingga, masyarakat bisa tahu semua apa yang menjadi peraturan baru dan juga paham tentang apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Dan terakhir, yakni agar dalam proses apabila ada mengajukan keberatan atau keringanan dari masyarakat, agar dilibatkan secara aktif dari kecamatan sampai tingkat RT. Ombudsman meminta revisi paling tidak disesuaikan, sehingga masyarakat mudah mengajukan itu. (Simbur/Red)
Tags:

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)