Kapolda Sumsel Ikuti Seleksi Capim KPK

Berantas Sumsel
By -
0

PALEMBANG, BS.COM - Irjen Pol Firli yang kini menjabat Kapolda Sumatera Selatan berupaya maksimal mengikuti tahapan seleksi Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Berbekal sikap istikamah (teguh pendirian dan selalu konsekuen), jenderal bintang dua berprestasi gemilang ini optimistis mengikuti profile assessment di Lemhannas, Jakarta Pusat, Kamis 8 hingga 9 Jumat mendatang.
“Kita hanya berkewajiban untuk berupaya maksimal karena calon yang lolos juga masih banyak. Semua calon memiliki kesempatan yang sama untuk duduk sebagai pimpinan KPK priode 2019-2023,” ungkap Irjen Pol Firli, dikonfirmasi, Rabu (7/8/2019).

Meski demikian, lanjut mantan deputi penindakan KPK itu, sebagai manusia biasa dirinya percaya dan haqul yakin atas kuasa dan kehendak Allah swt.
“Allah SWT, tuhan maha kuasa akan memberikan jabatan, kekuasaan, kedudukan kepada orang-orang yang ia kehendaki. Ia akan hinakan orang-orang yang a kehendaki. Maha besar kekuasaan-Nya, seluas lautan, setinggi langit, bumi dan seisinya. Semua atas kuasa dan kehendak-Nya,” imbuh Firli.

Masih kata Firli, diriya hanya berkewajiban berupaya maksimal. Karena itu,  lanjut dia, kewajiban kita untuk berupaya dan menyempurnakan ikhtiar. “Kita tidak akan memiliki kekuatan untuk menolaknya. Kita bukanlah siapa-siapa dan tidak memiliki kekuatan apa pun. Jika Allah SWT sudah berkehendak maka terjadi- jadilah,” imbaunya.

Bagi Firli, satu hal yang harus  bersikap, yaitu istikamah.
“Tetaplah bersyukur, ikhlas dan sabar atas apa-apa yang diberikan Allah swt kepada kita,” tegasnya seraya menambahkan, selaku hambah Allah SWT hanya wajib berusaha dan berdoa. “Semua atas kuasa dan kehendak-Nya,” tutup Firli.

Diketahui, pansel KPK menyeleksi 376 pendaftar hingga menetapkan 104 capim KPK dan menyisakan 40 capim hasil psikotes. Dari jumlah itu, 6 capim di antaranya merupakan perwira polri.
“Saya sampaikan yang lolos itu merupakan perwira-perwira tinggi polri terbaik,” kata Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo kepada pers, di gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (6/8) kemarin.

Dedi juga memuji panitia seleksi (pansel) yang telah menjalankan serangkaian seleksi. Menurutnya pansel telah melakukan tugasnya dengan baik.
“Kita mengetahui bersama pansel ini telah membuktikan bahwa seluruh tahapan dilakukan secara transparan dan memiliki sistem yang kredibel,” pungkasnya.

Data yang diperoleh, panitia seleksi capim KPK meloloskan enam perwira polri dalam tes psikologi. Mereka diantaranya Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Irjen Antam Novambar, mantan Kapolda Sumatera Barat Brigjen Bambang Sri Herwanto, mantan Karo Renmin Bareskrim Mabes Polri Irjen Dharma Pongrekun. Selanjutnya, Analis Kebijakan Utama Bidang Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan Lemdiklat Polri Irjen Juansih, Wakil Kapolda Kalimantan Barat Brigjen Sri Handayani, dan Kapolda Sumatra Selatan, Irjen Pol Firli Bauri.

Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane mengatakan, pihaknya menilai ada tiga jenderal polisi yang paling berpotensi untuk lolos uji kepatutan di DPR. Ketiganya adalah Irjen Darma Parengkun, Irjen Antam, dan Irjen Firli. Darma dan Antam adalah figur jenderal yang belum pernah menjadi kapolda, sehingga bebas dari kemungkinan komplain masyarakat di daerah.
“Firli pernah bertugas di KPK sehingga sangat paham dengan dinamika yang terjadi di lembaga anti rasuah itu,” ungkap Neta S Pane dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi.

Menurut Neta, kinerja Pansel KPK patut diapresiasi karena telah bekerja cepat menyeleksi 376 pendaftar hingga menetapkan 104 capim KPK dan menyisakan 40 capim hasil psikotes. IPW berharap pada proses assessment 8 sampai 9 Agustus mendatang, Pansel KPK bisa menyeleksi secara ketat capim yang tersisa hingga menyisakan 4 polisi dan 2 jaksa dan 14 figur lainnya yang punya kompetensi untuk ikut seleksi tahap akhir 10 besar Capim KPK.

IPW melihat KPK kedepan harus diisi oleh dua pati polri sebagai pimpinan agar pimpinan KPK bisa tegas dan tidak takut pada bawahan dan WP-KPK. “Selama ini ketidaktegasan pimpinan KPK dan sikap takut mereka pada bawahan menjadi sumber kacaunya KPK. Kedepan hal ini harus segera diperbaiki,” terangnya.

IPW melihat banyak hal  yang harus diperbaiki di KPK, yakni meliputi instrumental (UU dan PP), pengembangan  struktural dengan titik berat pada orientasi (public education). Pemberantasan korupsi dengan pendekatan prevention, tugas pembantuan program pemerintah, peningkatan pendapatan negara dan daerah, recovery asset negara dan daerah, memperkuat fungsi koordinasi dan supervisi dengan instansi yang bertugas dlm pemberantasan korupsi.

Selanjutnya tugas penegakan hukum law enforcement terhadap tindak pidana korupsi dengan titik berat kerugian negara dan perekonomian negara sebagaimana Pasal 11 UU Nomor 30/2002. Fakta inilah yang menurut Neta menjadi tantangan pimpinan KPK 2019-2023.
“Selama ini  KPK sudah menjelma menjadi monster yang sangat ditakuti. Ini sangat bahaya. Jika suatu lembaga menjadi lembaga yang sangat ditakuti maka tidak ada yang berani mengoreksi.
“KPK pun menjadi otoriter dan benar sendiri. Apa pun yang terjadi dan apa pun yang dilakukannya, sekalipun keliru atau salah akan dianggap selalu benar,” jelasnya.

IPW sangat respek dan apresiasi terjadap ketua dan anggota  BPK. Sebab baru 2018 ini BPK berani menilai LKP-KPK 2018 dengan predikat WDP.
“Inikan sangat memalukan. Lembaga superbodi dalam pemberantasan korupsi itu tidak tampil WTP. Dengan WDP berarti banyak kekeliruan dalam penggunaan anggaran yang ujungnya potensi korupsinya tinggi,” terangnya.

Bagi Neta, siapa yang berani mengusut dugaan korupsi di KPK. Menurut dia, inilah masalah besar yang harus diperbaiki di KPK dan bukan masalah LHKPN capimnya. “Untuk itu pansel harus benar-benar bisa mendapat pimpinan KPK yang membawa aura baru di lembaga anti rasuah itu,” harapnya.

Dikemukakan Neta, IPW berharap Pansel KPK tidak perlu menggubris isu LHKPN. Sebab LHKPN bukanlah hal prinsip dalam sistem rekrut capim KPK yang dilakukan pansel KPK. Sebab baru tahap seleksi, kecuali mereka sudah dinyatakan menjadi pimpinan KPK. Undang-undang juga tidak mewajibkan LHKPN itu diminta saat proses seleksi. “Jadi salah kaprah jika ada pihak yg mempermasalahkan LHKPN ditahap seleksi,” tegasnya.
“Kalaupun ada capim yang menyerahkan LHKPN tentu tidak masalah. Lagian di UU tidak menyebutkan adanya sanksi bagi pejabat negara yang tidak menyerahkan LHKPN. Lalu kenapa orang-orang ribut soal LHKPN dlm proses seleksi capim KPK?. Aneh. Bagi IPW, LHKPN itu tidak penting, sepanjang UU tidak menegaskan sanksinya. LHKPN itu sekedar basa-basi yang tak penting dipersoalkan,” pungkasnya. (Red)
Tags:

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)