Menakar Arah Industri Konstruksi Indonesia Via UU Nomor 2 Tahun 2017

Berantas Sumsel
By -
0

JAKARTA, BS.COM - Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 yang telah digantikan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 masih dipertanyakan banyak pihak khususnya masyarakat konstruksi prihal turunannya, semua draf dan paparan yang disampaikan dirasa masih timpang dan masih cenderung merugikan banyak asosiasi yang telah melakukan investasi.

Hal tersebut mendapat tanggapan dari Dewan Pengawas Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Indonesia Bachriar R Ujung yang menuturkan kepada media. Selasa (10/10/2019) siang di Jakarta.

Menurutnya regulator harus membuat daftar inventaris masalah akan potensi terjadinya dampak dalam sebuah kebijakan rancangan sebelum disosialisasikan, Kementerian PUPR sebagai Pembina Konstruksi dan Asosiasi harus dapat menjalankan fungsinya.

Bachtiar juga mengatakan bahwa pentingnya membuat masa transisi/tenggang waktu untuk dapat diberikan kepada asosiasi setelah mereka menjalankan fungsi dan tugasnya selama ini.
"Adapaun masalah peraturan tidak boleh diperlakukan surut oleh pemerintah (PUPR-red ), dan jika dipaksakan berarti pemerintah melakukan penzaliman terhadap asosiasi yang belum mempersiapkan diri," bebernya.

Solusi yang kongkrit saat ini adalah dengan masa transisi/tenggang waktu, kemeterian PUPR dapat membuat aturan peralihan, bahwa asosiasi yang telah mendapatkan pengakuan dari Kementerian PUPR dan yang sudah menjadi kelompok unsur sesuai peraturan sebelum terbitnya permen yang baru dianggap sudah memenuhi ketentuan dan disamakan dengan yang telah terakreditasi.
"Juga kiranya dapat diberikan ruang yang lebih kepada asosiasi yang belum menjadi unsur untuk dapat berkomunikasi dua arah dan bahkan bisa dibuat dialog publik karena hal ini melibatkan masyarakat dan industri konstruksi secara luas bukan hanya pada tatanan pusat saja. Hal tersebut dapat memberikan rasa keadilan serta azas keterbukaan publik," ucap Bahtiar".

Sebagaimana diketahui, bahwa sampai saat ini Pemerintah (PUPR-red ) belum menerbitkan peraturan berupa PP yang mana telah diatur dalam undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tersebut untuk turunannya akan diatur lebih lanjut dalam 11 pasal bahwa pada undang-undang Nomor 2 dalam bentuk peraturan pemerintah, dan 3 pasal yang mengatakan bahwa undang-undang Nomor 2 di atur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden serta 16 pasal yang mengatakan bahwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 akan diatur lebih lanjut dalam bentuk peraturan Menteri.

Maka selanjutnya PP dan perpres tersebut menjadi payung hukum Menteri PUPR membuat Permen PUPR. Jadi Permen PUPR tidak boleh diterbitkan sebelum PP dan Perpres nya terbit.

Sebagaimana diketahui bahwa masa berlaku dari Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 sebagaimana Pasal 105 Sudah mengatur bahwa selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sudah harus sudah terbit turunannya, maka bila sudah melebihi batasan waktu tersebut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 per 2 Januari 2019 sudah tidak berlaku lagi.
"Maka untuk itu sesuai undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 di Pasal 103 dan 104 disebutkan hal-hal yang diatur dalam Undang-undang No18 tahun 1999 yang tidak bertentangan dengang undang-undang Nomor 2 dapat tetap dilaksanakan. Sehingga tidak ada kekosongan Hukum, Permen 51 Tahun 2016 masih tetap dapat digunakan," pungkas Bachtiar.

Untuk diketahui Kementerian PUPR Melalui Dirjen Bina Konstruksi terus melakukan sosialisasi pra implemntasi dari Undang-undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Sosialisasi yang dilakukan tersebut kerap melibatkan asosiasi tetapi masih secara terbatas, informasi mutakhir adalah pada Senin 9 Oktober 2019 kemarin yang bertempat di Grand Zuri Hotel Tangerang Selatan Banten. (Red)
Tags:

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)