PALEMBANG, BS.COM - Hingga dipenghujung Tahun 2019, tanda-tanda APBD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) belum juga disepakati oleh pihak eksekutif dan legislatif.
Bahkan, melalui media massa dan sosial saat ini justru disuguhi perdebatan pembahasan APBD Sumsel 2020 tidak pada pembahasan program pembangunan dibutuhkan masyarakat.
Analisis Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumatera Selatan tentang trend penggunaan APBD Sumsel dari 2017 hingga 2019, terlihat bahwa APBD Sumsel lebih banyak pada porsi belanja tidak langsung seperti gaji, peralatan dan lainya dibandingkan dengan belanja langsung.
Berdasarkan analisis FITRA, proporsi belanja tidak langsung masa tersebut berturut-turut sebesar 52 persen di Tahun 2017, lalu 63 persen 2018, dan naik 5 persen menjadi 68 persen Tahun 2019. Dilain pihak, belanja langsung berupa program hanya sebesar 48 persen di Tahun 2017, turun menjadi 37 persen Tahun 2018, dan turun drastis menjadi 32 persen di Tahun 2019.
“Belum lagi kita menilai efektivitas pelaksanaan program dibelanja langsung yang semakin merosot tersebut. Dikhawatirkan visi gubernur untuk menurunkan tingkat kemiskinan hingga 1 digit, akan jauh panggang dari api,” ungkap Nunik Handayani, Koordinator FITRA Sumsel kepada, Rabu (4/12/2019) sore.
Peningkatan belanja tidak langsung di era Gubernur Herman Deru, berdasarkan data FITRA, hal itu karena meningkatnya bantuan gubernur ke kabupaten/kota hingga Rp 718 Milyar.
Menurutnya, bantuan ini untuk membantu kabupaten/kota membangun infrastruktur. Namun, pantauan dilapangan bantuan ini tidak secara merata dan berkeadilan terdistribusi ke seluruh kabupaten/kota.
Bantuan ini, sambung Nunik memang merupakan diskresi gubernur sesuai PP Nomor 19 Tahun 2019. Namun, pasal 67 Peraturan Pemerintah (PP) ini menyebutkan bahwa bantuan diberikan oleh gubernur setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib dan pilihan pemerintah provinsi.
“Namun, amanat untuk pemenuhan 20 persen anggaran pendidikan dan 5 persen anggaran kesehatan belum ditunaikan di APBD 2019. Kita berharap ada perbaikan alokasi anggaran terhadap urusan wajib ini di APBD 2020,” terangnya.
Lebih lanjut dikatakan oleh FITRA Sumsel, jika pihak legislatif DPRD Sumsel sejatinya merupakan lembaga yang mewakili kepentingan rakyat dalam pembahasan APBD ini. Namun disisi lain, masyarakat khususnya di wilayah Sumsel justru disuguhkan kekisruhan dengan pembahasan APBD Sumsel 2020 tidak pada pembahasan program pembangunan dibutuhkan masyarakat.
“Dimedia pemberitaan, kita malah disuguhkan kekisruhan pembahasan APBD 2020 terkait permintaan Ketua DPRD Provinsi Sumsel melalui surat untuk mengusulkan kenaikan tunjangan anggota dewan. Usulan ini tentunya akan semakin memberatkan APBD Sumsel 2020,” bebernya.
Oleh karenanya, FITRA Sumsel meminta baik pihak Gubernur dan DPRD Sumsel saat ini untuk lebih mengutamakan kepentingan rakyat dalam pembahasan APBD Sumsel 2020.
“Serta mengoptimalkan bantuan keuangan sebagai instrumen kebijakan gubernur dalam menilai kinerja kabupaten/kota dalam mencapai visi-misi gubernur dan hentikan perdebatan tentang usulan kenaikan tunjangan anggota dewan, dan memfokuskan diri untuk diskusi yang lebih produktif untuk membuat program peningkatan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya. (Red)
Posting Komentar
0Komentar