PRABUMULIH, BS.COM - Wabah Virus Corona Disease atau Covid-19 yang sekarang menyerang wilayah Kota Prabumulih, Sumatera Selatan terkesan diremehkan oleh orang nomor satu di Kota Prabumulih, yang pada awalnya kini menuai hasil.
Dimana tidakan yang fatal menurut beberapa masyarakat di Kota Prabumulih ini, kini melaporkan pihak tergugat dalam hal ini Pemerintah Kota Prabumulih pimpiman Ir, H Ridho Yahya MM ke Pengadilan Negri Kota Prabumulih.
Tuduhan yang dilancarkan oleh keempat warga Kota Prabumulih melalui pengacaranya tersebut bahwa Pemerintah Kota Prabumulih Ridho Yahya tidak mengikuti arahan dan himbauan dari Presiden Republik Indonesia Ir, H Joko Widodo (Jokowi) pada 15 Maret 2020, lalu.
Syamsudin SH, MH, hari ini (20/4/2020) asal Kantor Hukum Sapriadi Syamsudin SH, MH dan Partners, seperti dilansir Topnews Sumatera.com, telah mendaftarkan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di Pengadilan Negeri Prabumulih dari pemberi kuasa Sastra Amiadi dan kawan-kawan selaku penggugat terhadap Walikota Prabumulih selaku tergugat.
Sapriadi Syamsudin SH, MH menyampaikan bahwa secara administrasi pendaftaran gugatan tersebut telah cukup sesuai dengan register Perkara Nomor : 2/Pdt.G/2020/PN.Pbm.
"Adapun yang menjadi materi gugatan ini adalah bermula dari ucapan tergugat selaku walikota Kota Prabumulih sekitar tanggal 17 Maret 2020, yakni dengan libur apakan ada penelitian mengatakan penyakit tidak ada, penyakit corona berkurang." Tidak ada kan?. Mengapa kita harus takut. Penyakit bukan untuk ditakuti tapi untuk dihadapi, kenapa kita harus takut. Kalau ada jaminan libur corona hilang, ku liburkan besok, seraya menirukan ucapan Ir Ridoh Yahya, kemarin.
Padahal seyogyanya tergugat atau bapak Walikota Kota Prabumulih mengikuti arahan dan himbauan dari yang mulia Presiden Republik Indonesia Ir, H Joko Widodo pada tanggal 15 Maret 2020, menghimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran Virus Corona Disease (Covid-19), serta meminta kepada seluruh masyarakat untuk mulai mengurangi aktivitas di luar rumah dengan cara kerja dari rumah, belajar dari rumah dan ibadah di rumah.
"Himbauan bapak presiden tersebut telah secara cepat direspon dan ditindak lanjuti oleh kepala daerah ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota, namun himbauan tersebut tidak ditindaklanjuti dan atau diabaikan oleh tergugat selaku pemegang kekuasaan daerah di Kota Prabumulih," jelasnya.
Syamsudin SH, MH, Menambahkan lagi, akibat dari tidak ditindak lanjuti secara maksimal penyebaran Covid-19 di Kota Prabumulih ini, per tanggal 4 April 2020 Kota Prabumulih menjadi zona merah dengan penyebaran virus secara lokal, bahkan di Kota Prabumulih telah ada korban meninggal dunia dari ganasnya virus corona pada tanggal 23 Maret 2020 yang dinyatakan positif dan menyusul seorang pasien meninggal dunia dengan status Orang Dalam Pengawasan (ODP).
"Hingga saat ini yang terkena wabah pandemi corona tersebut lebih dari 5 orang, yang 2 orang diantaranya merupakan keluarga dari korban pertama meninggal dunia dr, Efrizal Syamsudin," kata dia.
Bahwa ucapan walikota tersebut diatas bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian yang terkesan menantang keadaan wabah virus corona di Kota Prabumulih. Sehingga perbuatan tersebut termasuk dalam kategori perbuatan melawan hukum karena telah bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.
"Menurut Rosa Agustina dalam bukunya, yakni perbuatan melawan hukum dalam menentukan suatu tindakan dikualifisir sebagai melawan hukum diperlukan 4 persyaratan
"Nah, serta apa yang dilakukan oleh walikota Kota Prabumulih juga diduga telah bertentangan dengan Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular," tambah pria tersebut.
Seharusnya Pemerintah Kota Prabumulih dalam hal ini walikota dapat menggunakan instrumen undang-undang yang sudah ada untuk melakukan penanggulangan penyebaran virus corona secara cepat, baik dan tuntas.
"Ketentuan Pasal 76 Huruf (b) Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 menjelaskan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan meresahkan sekelompok masyarakat atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyarakat lain yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," imbuhnya.
Setelah selesai proses pendaftaran gugatan di Pengadilan Negeri Prabumulih selaku kuasa hukum penggugat akan mengirimkan surat yang ditujukan langsung kepada Ketua Pengadilan Negeri Prabumulih, Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Selatan dan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia. Diamana yang pada pokoknya meminta agar persidangan perkara Gugatan PMH ini dapat dilakukan secara cepat, estafet dengan pertimbangan bahwa gugatan ini menyangkut kepentingan masyarakat banyak, apalagi penyebaran virus Covid-19 ini sangat cepat dan tidak terbendung lagi penyebarannya. (Red)
Posting Komentar
0Komentar