JAKARTA, BS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan perkembangan terhadap perkara PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dengan mencermati fakta-fakta yang berkembang sehingga ditemukan dugaan tindak pidana korupsi (TPK) yang melibatkan pihak lain pada kegiatan penjualan dan pemasaran tahun 2007 hingga 2017.
“Hal tersebut dilakukan setelah melalui penyelidikan dengan bukti permulaan yang cukup, sehingga KPK meningkatkan status perkara ke penyidikan dan menetapkan tersangka AW selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PTDI tahun 2007-2014 dan terakhir menjabat sebagai Direktur Produksi PTDI tahun 2014 sampai 2019, DL selaku Direktur Utama PT ASS dan FSS selaku Dirut PT SBU,” ungkap Ketua KPK Firli Bahuri di Jakarta, Rabu (04/11/2020).
Adapun, dalam perkara yang sama telah masuk tahap penyidikan dengan tersangka BS dan persidangan di PN Tipikor Bandung dengan terdakwa BS serta terdakwa IRZ.
“Bahwa para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," ungkap ketua KPK Firli Bahuri
Maka untuk kepentingan penyidikan, pada Selasa kemarin setelah dilakukan pemeriksaan kepada ketiga tersangka, penyidik akan melakukan penahanan untuk 20 hari kedepan terhitung sejak 3 November 2020 hingga 22 November 2020, yang masing-masing, tersangka AW ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Timur, tersangka DL ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat dan tersangka FSS di tahan di Rutan Polda Metro Jaya.
“Bahwa dengan ditahannya tiga tersangka maka penanganan perkara PTDI, KPK telah menuntaskan enam tersangka yang sudah diproses hukum dan semua telah ditahan, hal ini adalah bukti komitmen KPK dalam pemberantasan korupsi untuk memberikan kepastian hukum serta keadilan dan kemanfaatan, sehingga dapat mewujudkan prinsip the sunrise and the sunset,” tutur Ketua KPK Firli Bahuri
Sebelumnya, dalam Konstruksi perkara bahwa Direksi PT DI (Persero) periode 2007-2010 melaksanakan Rapat Dewan Direksi (BOD/Board of Director) pada akhir tahun 2007 antara lain membahas dan menyetujui.
Pertama, Penggunaan mitra penjualan (keagenan) beserta besaran nilai imbalan mitra dalam rangka memberikan dana kepada customer/pembeli PTDI (Persero) atau end user untuk memperoleh proyek.
Kedua, Pelaksanaan teknis kegiatan mitra penjualan dilakukan oleh direktorat terkait tanpa persetujuan BOD dengan dasar pemberian kuasa BOD kepada direktorat terkait.
Dan ketiga, Persetujuan atau kesepakatan untuk menggunakan mitra penjualan sebagi cara untuk memperoleh dana khusus guna diberikan kepada customer end user dilanjutkan oleh Direksi periode 2010-2017.
Kemudian, diawal tahun 2008, BS selaku direktur utama PTDI dan IRZ selaku Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah bersama-sama dengan BW selaku Direktur Aircraft Integration, BS selaku Direktur Aerostructure dan tersangka AW selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan yang membahas mengenai kebutuhan dana PT. DI untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya, termasuk biaya entertaintment dan uang rapat rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggung jawabkan melalui bagian keungan.
Selanjutnya sebagai pelaksanaan tindak lanjut persetujuan Direksi tersebut, para pihak di PTDI melakukan kerja sama dengan tersangka DL serta para pihak di lima perusahaan PT BTP, PT AMK, PT ASP, PT PMA, dan PT NPB serta tersangka FSS selaku Dirut PT SBU untuk menjadi mitra penjualan.
Adapun, Penandatanganan kontrak mitra penjualan sebanyak 52 kontrak selama periode 2008 sampai dengan 2016. Kontrak mitra penjualan tersebut adalah fiktif, dan hanya sebagai dasar pengeluaran dana dari PT DI dalam rangka pengumpulan dana untuk diberikan kepada customer/end user.
Atas Pembayaran dari PTDI kepada perusahaan mitra penjualan yang pekerjaannya diduga fiktif tersebut dilakukan dengan cara transfer langsung ke rekening perusahaan mitra penjualan yang dipakai untuk selanjutnya dikembalikan secara transfer/tunai/cek ke pihak-pihak di PT DI maupun ke pihak lain atas perintah pihak PTDI serta digunakan sebagai fee mitra penjualan.
Sehingga, dana yang dihimpun oleh para pihak di PT DI melalui pekerjaan mitra penjualan yang diduga fiktif tersebut diduga digunakan untuk pemberian aliran dana kepada pejabat PTDI, pembayaran komitmen manajemen kepada pihak pemilik pekerjaan dan pihak-pihak lainnya serta pengeluaran lainnya.
“Maka, atas perbuatan para tersangka tersebut mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara pada PTDI senilai Rp 202,196,497,761,42 dan USD 8,650,945,27 sehingga total kerugian negara lebih kurang Rp 315 Milyar dengan asumsi kurs 1 USD adalah Rp14.600,” ujar Ketua KPK.
Ketiga tersangka ini diduga turut menerima aliran sejumlah dana dari hasil pencairan pembayaran pekerjaan mitra penjualan fiktif, yakni, tersangka AW sebesar Rp9.172.012.834,00, tersangka DL sebesar Rp10.805.119.031,00 dan tersangka FSS sebesar Rp1.951.769.992,00.
Adapun, tim Penyidik telah melakukan pemeriksaan sebanyak 108 orang dan telah melakukan penyitaan aset berupa uang dan properti (tanah dan bangunan) senilai Rp 40 Milyar.
Ketua KPK Firli Bahuri juga menyampaikan bahwa KPK akan terus berupaya semaksimal mungkin menyelesaikan perkara yang berhubungan dengan kerugian negara.
“Sebagai bentuk upaya penyelamatan keuangan negara,” tegasnya. (Red)
Posting Komentar
0Komentar