Benarkah Politik Itu KEJAM.. ?

Redaksi BS
By -
0



// Mengupas Benang Merah Pilwabup Muara Enim dari Kacamata Politik-Hukum dan Efektivitas


MUARA ENIM, BS.ID - Benarkah politik itu kejam?. Tanyaku pada diriku di malam yang sunyi sambil menyeruput secangkir kopi pahit, lalu menghempaskan asap tembakau, melambungkan alam pikir membayangkan kelakuan insan borjouis yang disebut politisi mengatasnamakan rakyat  dengan dukungan nyanyian vokalis jalanan dengan kantong pengumpul receh. 


Terbayang sosok insan pecinta kuasa disudut Kota Serasan-Sekundang yang masih dalam masa penyembuhan, yang katanya memiliki seleri bergelimang diatas hak raja kabupaten. 


Bercakap serius tentang jalan meraih kuasa, menjadi setengah raja yang kemudian akan dirajakan. Tentang sobat yang harus disingkirkan, tentang rupiah untuk membeli suara dan tentang dusta berjubah putih. 


Pun, aku melihat “calon” pemegang kuasa yang berdomisili di hotel istimewa, memegang kendali dan bercakap dalam kemewahan bersama para hulubalang liar, bersiasat alih domisii ke istana dan merebut kursi raja. Berwacana merdu tentang udang dibalik batu atas daulat rakyat.


Politik memang hidup di alam kuasa, seni meraih dan mempertahankan kuasa. Menjadi Penguasa atau setidaknya berdampingan dengan penguasa,  lalu membagi kue kekuasaan.

Politik akan menjadi kejam jika motivasinya untuk berkuasa dan jalan menuju kuasa mengabaikan gelora penolakan  anak negeri, memanipulasi tata aturan dan norma yang ditabrak kereta taktik busuk, abaikan markah nurani dan rambu-rambu lalulintas demokrasi.   


Politik sesungguhnya tidak kejam, jika tarian seni kuasa berbalut nurani memeluk mesra keadilan dalam cinta nan damai, dengan pengharapan indah yang tanpa pergolakan masiv, mewujudkan kuasa yang menghidupkan dan menghargai perilaku alam.

Sah-sah saja meraih kuasa asalkan kuasa itu untuk daulat dan sejahtera rakyat.


Akan menjadi kewajaran tanpa penolakan bila jalannya mengindahkan norma-norma aturan serta menjunjung tinggi azas kemanusiaan dan manfaat. Menjadi menarik untuk mengupas kisah pemilihan Wakil Bupati Muara Enim untuk “sisa” masa jabatan 2018-2023 mendatang. Bila diatas kewajaran tentu akan berlangsung tanpa penolakan, bahkan menjadi pengharapan demi mengobati “luka” yang menjelang sembuh.


Lantas kenapa terjadi penolakan?. Sekilas kaca mata ‘minus’ mengupasnya : Rencana pengisian jabatan Tahun 20221 pada Tahun 2021 mencuat loby-loby politis untuk pengisian jabatan Wakil Bupati Muara Enim yang telah ditinggalkan sejak tanggal 11 Desember 2020 lalu. 


DPRD Muara Enim pun mengagendakan mekanisme pengisian jabatan wabup tersebut yang tentunya diikuti dengan anggaran dalam APBD. Namun sayangnya loby-loby politik tersebut tidak dapat mencapai kata sepakat atas tiga partai pemenang pilkada untuk mengajukan dua nama calon wakil bupati. Sehingga agenda tidak terlaksana dan anggaran menjadi silva dan dikembalikan ke kas daerah. 

SK Penjabat Bupati

Pada SK Mendagri Nomor 131.16-11 27/2021 tentang Pengangkatan H. Nasrun Umar (HNU)sebagaI Penjabat Bupati Muara Enim tidak tertulis semacam instruksi untuk memfasilitasi Pemilihan Wakil Bupati Muara Enim, namun pada SK Mendagri Nomor 131.16-1363 Tahun 2022 tentang Pengangkatan Penjabat Bupati Muara Enim Kurniawan, AP, MSi menegaskan menugaskan  pada ayat kedua point B. Memfasilitasi Pemilihan Wakil Bupati Muara Enim sesuai amanat Pasal 176 UU Nomor 10 Tahun 2016.


Dari sini sudah muncul geliat loby-loby untuk pemilihan wabup dengan menugaskan PJ Bupati untuk memfasilitasinya.

Pengusulan Calon Wakil Bupati Muara Enim setelah melalui proses loby-loby intensif, terlaksana penandatanganan Surat Kesepakatan Calon Wakil Bupati Muara Enim Sisa Masa Jabatan 2018-2023 oleh pimpinan partai politik pengusung pemenang Pilkada di Belitung Room Hotel Borobudur Jakarta, di atas materai cukup pada awal Bulan Juli 2022. 


Kemudian pada Tanggal 7 Juli 2022 gabungan partai politik pengusung mengajukan dua nama Calon Wakil Bupati Muara Enim kepada PJ Bupati dan ditembuskan kepada Menteri Dalam Negeri, Gubernur Sumatera Selatan dan Ketua DPRD Muara Enim.

Atas Pengajuan Calon Wakil Bupati tersebut, pada tanggal 11 Juli 2022 Penjabat Bupati Muara Enim menyampaikan secara tertulis  kepada Gubernur Sumatera Selatan sembari meminta arahan.


Kemudian pada tanggal 12 Juli 2022 Gubernur Sumatera Selatan berkirim surat kepada Menteri Dalam Negeri RI perihal memohon penjelasan terkait pengisian jabatan Wakil Bupati Muara Enim yang diantaranya pada point 3 menerangkan tentang amar putusan Mahkamah Agung RI tertanggal 15 Juni 2022 terhadap Terdakwa H Juarsah (Bupati non aktif).


Surat Menteri I Dalam Negeri Republik Indonesia atas Surat Gubernur Sumatera Selatan tanggal 12 Juli 2022, Menteri Dalam Negeri menjawab surat gubernur yang ditujukan kepada Gubernur Sumatera Selaran  Nomor Surat 132.16/4202/SJ tertanggal 20 Juli 2022 hal PENJELASAN PENGISIAN WAKIL BUPATI MUARA ENIM SISA MASA JABATAN TAHUN 2018-2023.

Mengkritisi Surat Mendagri :

Tujuan : GUBERNUR SUMATERA SELATAN

Hal : Penjelasan

Ditanda tangani oleh SEKJEND MENDAGRI

Isi surat ; Point :

Penegasan pengesahan pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati hasil PILKADA

Penegasan tentang sisa waktu lebih dari 18 bulan setelah H. Juarsah dilantik menjadi Bupati pada tanggal 11 Desember2020.

Timbul polemik tentang penjabaran Sisa Waktu : apakah setelah kosong jabatan , saat proses pengisian jabatan ataukah Ketika setelah diisi jabatan tersebut; ditinjau secara aspek hukum dan azas efektivitas pemerintahan. 

Menegaskan tugas Pj. Bupati untuk memfasilitasi pemilihan Wakil Bupati. 

Ada indikasi intervensi Vertical dimulai dari SK. Pj.Bupati.

Tentang pengajuan calon wabup dari Partai Politik Pengusung,

Menerangkan bahwa status hukum Sdr. H.Juarsah telah berkekuatan tetap (Inkrach) pada tanggal 8 juli 2022 berdasarkan putusan Mahkamah Agung tanggal 15 Juni 2022.

Pada Point 5 ini timbul redaksional surat “jungkir-balik”. 

Mengetahui bahwa Mahkamah Agung memutuskan (dipersidangan terbuka)pada Tanggal 15 Juni 2022 tetapi menyatakan Inkrach pada tanggal 8 Juli 2022. Seakan ada skenario jubah putih. Dalam konteksnya; bila status hukum Bupati Non Aktif telah Inkrah maka telah terjadi kekosongan jabatan Bupati. Dalam kondisi ini Pasal 176 UU No 10 Tahun2016 tidak dapat diterapkan, maka sekaligus Kesepakatan Parpol Pengusung pun tidak berlaku.

Terkecuali bila Surat Pengajuan Calon Wabup dari Parpol Pengusung disampaikan sebelum waktu Inkrah Bupati non aktif. Maka di siasatilah dengan menyatakan Inkrah nya Bupati non aktif itu tanggal 8 Juli 2022.

Atau parpol pengusung menganulir kesepakatan dua nama calon wabup dan menyepakati dan mengajukan dua pasang Bupati dan Wakil Bupati, maka kesepakatan dan pengajuan itu masih bisa dipertimbangkan bila mengesampingkan tentang sisa waktu.

Maka atas Point 5 ini, Surat Mendagri cedera administrasi dan cendrung cacat hukum bila menjadi refrensi untuk pemilihan Wabup.

KAPAN INKRAH yang sebenarnya..??.

Berangkat dari seorang Gubernur yang mengerti hukum dan tertib administrasi, mempertanyakan secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Tinggi Palembang melalui Surat Nomor 180/2458/II/2022 prihal mohon penjelasan Kapan putusan Mahkamah Agung RI dinyatakan mempunyai kekuatan hukum tetap (Inkracht). Kemudian dijawab secara tertulis oleh Ketua Pengadilan Tinggi Palembang melalui surat Nomor W6-U/2896/HK.03/VII/2022 perihal Penjelasan Terdakwa Tipikor a.n.Sdr.H.Juarsah, SH. Yang intinya Menyatakan bahwa :

Pasal 1 angka 11 KUHP menyatakan : “putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.

Pasal 195 KUHP menyatakan “ semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan disidang terbuka untuk umum”

Putusan kasasi berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung pada sidang terbuka untuk umum.

Maka atas penjelasan ini, Surat a.n Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia yang ditanda tangani Sekretaris Jenderal Mendagri nomor 132.16/4202/SJ tertanggal 20 Juli 2022 hal PENJELASAN PENGISIAN WAKIL BUPATI MUARA ENIM SISA MASA JABATAN TAHUN 2018-2023 yang ditujukan  kepada Gubernur Sumatera Selatan adalah CACAT ADMINISTRASI dan menjadi kesalahan fatal karena dalam redaksinya menyatakan Inkracht Sdr.H.Juarsah tanggal 8 Juli 2022.Bahkan dapat menjadi pelanggaran hukum apabila dijadikan sebagai refrensi untuk pelaksanaan Pilwabup. 

Lantas kenapa muncul inkracht tanggal 8 Juli 2022 ?

Ternyata Petikan Putusan MA Nomor 2213K/Pid.Sus/2022 tanggal 15 Juni 2022; diterima oleh Sdr. Daud Dahlan, SH.,MM selaku kuasa hukum H.Juarsah, SH untuk kemudian disampaikan kepada keluarga terdakwa pada tanggal 8 Juli 2022.

Bagaikan konspirasi setali tiga uang..

Surat Gubernur Sumatera Selatan

Berkenaan atas ketidak-relevanan tersebut diatas, Gubernur Sumatera Selatan  melalui Sekretaris Daerahnya menyampaikan Surat yang ditujukan kepada Penjabat Bupati dan Ketua DPRD Muara Enim melalui surat Nomor : 132.16/2562/I/2022 tanggal 3 Agustus 2022, yang atas penjelasannya; pada point 7 pada surat dimaksud menyatakan  Berkenaan Dengan Isi Tersebut Diatas, Diharapkan kepada Saudara (Pj.Bupati dan Ketua DPRD ME) untuk mengkaji secara komprehensif dan menindaklanjutinya sesuai ketentuan yang berlaku.

DPRD tidak mengindahkannya, bahkan melakukan kunjungan kerja mencari tata tertib pemilihan disela-sela kunjungan kerja pansus Raperda. Sebaliknya Pj.Bupati Bersama Stakeholder nya konsisten melakukan kajian atas mekanisme dimaksud.

Inspeksi Kemendagri

Pada Tanggal 31 Agustus 2022 pukul 14.00 sampai selesai di ruang rapat Bina Praja Provinsi Sumatera Selatan ada kunjungan kerja dari Inspektorat Jendral Kementerian Dalam Negeri dan Dirjend Otoda beserta rombongannya dalam rangka monitoring terhadap pengisian Jabatan Wakil bupati Muara Enim sisa masa jabatan tahun 2018-2023. Dihadirkan Sekda Provinsi Sumsel, PJ Bupati Muara Enim, Asisten I, Sekwan, Kabag Tapem dan Kabag Hukum Kabupaten Muara Enim.

Ternyata tak ada kesimpulan pada kegiatan inspeksi (intervensi) tersebut. Seakan terkesan bahwa Kemendagri telah mengeluarkan surat dan berat mencabut surat tersebut meski salah.

Agenda dan Anggaran DPRD ?

Meski timbul Aksi Penolakan dari berbagai elemen masyarakat dan praktisi hukum, DPRD bersikukuh tetap menjalankan kegiatan Pemilihan Wabup. Pun meski terjadi insiden walk out beberapa anggota Dewan. Bahkan melaksanakan rapat-rapat berkenaan rencana pemilihan wabup tersebut disela-sela Rapat Paripurna agenda lainnya. Rapat Paripurna Pembentukan Pansus Tatib Pilwabup setelah paripurna Raperda (18 Agustus 2022), tanggal 22 Agustus terjadi 4 kali Rapat Paripurna yang dalam agendanya tentang Raperda pun diselipi tentang tatib pilwabup. Pun juga 29 Agustus 2022 Rapat Paripurna pembentuk Pansus Panitia Pilwabup setelah  Paripurna penandatanganan Perda.

Tahun 2022 pada agenda tahunan DPRD Muara Enim tidak ada Pemilihan Wakil Bupati Muara Enim, dan tentunya tidak dianggarkan. Namun dengan kebutaannya, Ketua DPRD menyatakan bahwa bila eksekutif tidak menganggarkan maka Dewan memiliki  anggaran sendiri untuk Pilwabup. Bahkan Ketua Panitia Khusus Pemilihan pun menyatakan bahwa Pilwabup ini sebagaimana layaknya pengusulan PAW dan tidak memerlukan anggaran besar.

Tidakkah mereka merendahkan diri sendiri bahwa Pilwabup bukan PAW dan biaya bukan sekedar saat rapat namun juga biaya perjalanan dinas. Bahkan sekecil apapun uang negara harus dipertanggung-jawabkan.

Pengesahan dan Pelantikan 

Maka mekanisme yang telah melanggar aturan hukum dan perundang-undangan akan melahirkan keputusan yang cacat hukum. Demikian juga dengan Calon Wakil Bupati yang telah dipilih oleh DPRD Muara Enim dengan rangkaian kegaiatan pemilihan yang menabrak hukum maka menjadi tidak layak untuk disahkan dan dilantik. Terlebih lagi apabila terdapat serangkaian gugatan hukum yang diantaranya menganulir dan meminta untuk tidak dilantik.

Harus dengan pembuktian hukum bahwa Calon Wabup terpilih tersebut adalah sah dan berhak untuk dilantik.

Terlebih lagi apabila kemudian Aparat Penegak Hukum dapat membuktikan indikasi perilaku Tindak Pidana Korupsi atas proses pemilihan tersebut.

Siapa dan Apa Motivasinya ?

Dibalik indikasi pelanggaran hukum dan perundang-undangan yang berlaku, menjadi pertanyaan yang menggelitik atas ;

Siapa Calon Wakil Bupati dimaksud ?

Apa motivasinya ingin menjadi Wakil Bupati dengan sisa masa jabatan tidak sampai satu tahun anggaran ?.

Kok seorang calon pemimpin yang (katanya) smart dan memiliki wawasan tinggi namun hendak memimpin pemerintahan yang bukan asal kelahirannya dengan membiarkan perpecahan pada proses pemilihannya ?

Apakah efektif dalam waktu yang sangat singkat ? dengan penolakan yang berkelanjutan tentunya, dengan berbalut kepentingan di tahun politik ? Tidakkah menjadi lebih baik mendapatkan legalitas seluruh masyarakat bila mengikuti Pilkada sesungguhnya pada tahun 2024 yang sebentar lagi ?

Akan menjadi catatan serius pada tinjauan selanjutnya agar masyarakat Muara Enim secara keseluruhan menjadi sadar  dan mengerti serta para praktisi hukum yang ada di Muara Enim Bersatu melakukan gugatan hukumnya. DEMI MUARA ENIM.


Endanng Suparmono

Waka ! DPC PROJO Muara Enim. (Junaidi)

Tags:

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)