DPD HIMPKA Sumsel Gruduk Kantor Gubernur Sumsel, Massa Sampaikan Delapan Tuntutan

Redaksi BS
By -
0



PALEMBANG, BS.COM - Desakan Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Keluarga Taman Siswa (DPD HIMPKA) Sumsel, Jumat, (25/4/2025), soal kondisi darurat pendidikan di Bumi Sriwijaya.


Bentuk keprihatinan itu tertuang pada gelaran aksi demonstrasi bergemuruh di Kantor Gubernur Sumatera Selatan di Jalan Kapten A Rivai, Nomor 3 Sungai Pangeran, Kecamatan Ilir Timur 1, Palembang, Jumat, 25 April 2025.


HIMPKA Sumsel menyoroti berbagai cuatan permasalahan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Tahun 2024, diantaranya, penemuan 911 murid yang dianggap tidak layak diterima, kasus penahanan ijazah siswa akibat belum membayar uang komite, serta kriminalisasi terhadap seorang guru di SMA Negeri 18 Palembang.


Menurut mereka, lontaran persoalan-persoalan ini telah melukai hak anak atas pendidikan yang layak, sebagaimana tercantum dalam Pasal 28C Ayat 1 UUD 1945.


Melalui gelaran aksi, HIMPKA Sumsel melontarkan delapan tuntutan prioritas pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel pertama mencabut SK Penjabat Gubernur Sumsel nomor 234/KPTS/DISDIK/2024 dan mengembalikan Pergub 13/2021.

“Mengakhiri intervensi lembaga negara dalam urusan pendidikan,” sebut mereka di hadapan massa aksi.


Selanjutnya, massa mendesak pembatalan SPMB di SMAN 17 Palembang dan enam sekolah berasrama lainnya yang dianggap tidak prosedural. Menghentikan praktik penahanan ijazah dan memberikan sanksi tegas kepada kepala sekolah yang melakukannya.


Kemudian, menghentikan kriminalisasi terhadap guru SMA Negeri 18 Palembang. “Membubarkan komite sekolah serta melakukan audit terhadap penggunaan dana komite di seluruh Sumatera Selatan,” tegas massa dengan lantang.


Koordinator Aksi (Korak) Ki Musmulyono SP menyatakan, tujuan utama aksi ini adalah mendorong reformasi pendidikan dan memastikan keberlangsungan pendidikan yang adil dan transparan.

“Negara menjamin pendidikan yang layak bagi setiap warga negara. Kami mendesak agar situasi darurat pendidikan di Sumatera Selatan segera diselesaikan demi masa depan anak-anak negeri,” tegas Ki Musmulyono dalam orasinya.


Selain itu, Ki Josua Reynaldy Sirait SE menyatataka HIMPKA Sumsel perjuangan ini bukan sekedar kritik. “Melainkan bentuk tanggungjawab moral demi menciptakan sistem pendidikan yang bermartabat, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2000,” tukasnya.


Aksi diterima langsung Gubernur Herman Deru, dengan pernyataan bahwa seluruh tuntutan akan ditindaklanjuti biro hukum provinsi.

“Seluruh tuntutan aksi akan kita tindaklanjuti dan akan ditelaah oleh biro hukum berkenaan dengan delapan tuntutan yang diajukan HIMPKA,” ujar Herman Deru.


Massa yang menggelar aksinya didepan kantor gubernur tersebut merupakan bentuk persoalan kondisi darurat memprihatinkan bagi dunia pendidikan yang terjadi di Kota Palembang tentunya.


Terkait kisruhnya permasalahan pendidikan di Sumsel, DPD HIMPKA sangat prihatin terhadap permasalahan ini apalagi tahun PPDB Tahun 2024 merupakan mundurnya pendidikan di sumatera selatan dengan di temukannya 911 murid yang tidak layak masuk dalam penerimaan PPDB 2024 serta adanya indikasi penahanan ijazah serta intimidasi dan kriminalisasi terhadap guru SMAN 18 Palembang.


Maka dari itu, HIMPKA Sumsel melakukan aksi untuk kesekian kalinya mendorong Gubernur Sumatera Selatan untuk membenahi pendidikan di Sumatera Selatan yang dianggap darurat pendidikan Sumsel.


Adapun kedelapan tuntutan aksi dari DPD HIMPKA tersebut :


1. Mendesak Gubernur Provinsi Sumatera Selatan untuk segera Mencabut Surat Keputusan PJ Gubernur Sumatera Selatan, Nomor 234/KPTS/DISDIK/2024 dan Mengembalikan Pergub Nomor 13 Tahun 2021 karena sesuai dengan kearipan lokal di Sumatera Selatan 2. Stop pelanggaran hak anak 3. Kembali ke computer assisted test (CAT) 4. Stop intervensi lembaga negara 5. Batalkan sistem penerimaan murid baru (SPMB) SMAN 17 Palembang dan 6 SMA berasrama lainnya, karena dilaksanakan sebelum juknis dari Dinas Pendidikan Sumatera Selatan belum diterbitkan 6. Stop penahanan ijazah di Provinsi Sumatera Selatan serta menindak tegas setra pecat kepala sekolah yang melakukan penahanan ijazah akibat belum membayar uang Komite 7. Stop Kriminalisasi terhadap guru SMAN 18 yang masih berproses di Polrestabes Palembang dan, 8. Bubarkan komite sekolah serta meminta Gubernur Sumsel segera mengaudit penggunaan dana komite di Provinsi Sumatera Selatan.


Menurut mereka, lontaran persoalan-persoalan ini telah melukai hak anak atas pendidikan yang layak, sebagaimana tercantum dalam Pasal 28C Ayat 1 UUD 1945.


Koordinator Aksi [Korak], Ki Musmulyono SP, menyatakan, tujuan utama aksi ini adalah untuk mendorong reformasi pendidikan dan memastikan keberlangsungan pendidikan yang adil dan transparan.

“Negara menjamin pendidikan yang layak bagi setiap warga negara. Kami mendesak agar situasi darurat pendidikan di Sumatera Selatan segera diselesaikan demi masa depan anak-anak negeri,”ungkap Ki Musmulyono dalam orasinya.


Selain itu, Ki Josua Reynaldy Sirait SE mengatakan HIMPKA Sumsel dalam  perjuangan ini bukan sekedar kritik. Melainkan bentuk tanggungjawab moral demi menciptakan sistem pendidikan yang bermartabat, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagaimana diamanatkan dalam PP 71/2000,” ujarnya.


Lanjutnya, dilain pihak untuk Guru-guru SMAN 18 yang saat ini di panggil dan di BAP oleh pihak Polres Tabes Palembang saat selesai di BAP ada tiga orang guru, yaitu JM, LN dan YH juga menjelaskan permasalahan tersebut bahwasanya menurut LN emang sejak guru-guru sertifikasi sudah ada sumbangan sukarela dari 50 ribu dan 100 ribu untuk berbagi dg para OB, satpam, dan tenaga honorer, tetapi dimasa jabatan kepsek HS bertambah menjadi 120 ribu dg alasan rinciannya selain memberi sumbangan buat tenaga honor, ob, dan satpam tetapi untuk memberi operator tpg diknas sebesar 1 juta dan mkks 500 ribu, itu yang ditanyakan oleh kawan-kawan melalui JM pada saat dirapat dan itu ada bukti tertulis yang ditandatangani. 


Namun beberapa kali hal tersebut dielakkan oleh kepsek. Katanya salah tulis, bukan buat MKKS dan akhirnya diperbaiki lagi katanya untuk ongkos guru yg mengantarkan berkas. Padahal, nyata disitu tertulis MKKS, namun dielakkan, lalu siapa yg menandatangani uang dan siapa yg mengambilnya, dan bagi yang tidak mau membayar disuruh mengurus sendiri berkas sertifikasi dengan berbagai omongan. 


Padahal yang ditanyakan pada kepala sekolah mengapa ada iuran buat diknas sebesar Rp 1 juta dan MKKS sebesar 500 ribu, dan kepala sekolah marah serta membantah bahwa jika tidak ada duit diknas itu tidak bekerja. 


Bukan hanya itu saja, aturan-aturan yang diberikan kepala sekolah juga kadang tidak sesuai, sehingga naiklah kasus ini. Mulai dari terjadilah intimidasi dengan melaporkan ke pihak yang berwajib, tidak memberi nilai PMM alasannya modul atau berkas tidak sesuai padahal sebelum dilaksanakan observasi kami terlebih dulu di briefing baru data di upload, dan kepsek heru tidak melakukan observasi kelas melainkan mengumpulkan guru-guru di ruanngannya sebagai pengganti observasi kelas, sampai akhirnya harus menyurati PJ gubernur pada oktober. "Kami tidak diberi nilai kinerja sehingga harus kami laporkan ke dinas dan dimediasi oleh kabid sama ibu, masih juga belum kelar sampai akhir dimediasi oleh dua orang  pengawas di sekolah baru akhirnya nilai ekin kami ada," keluhnya.


JM juga membeberkan bahwa banyak guru-guru yang ada di SMAN 18 yang mengeluh dengan adanya iuran dan tindakan kepsek tersebut namun tidak berani mengungkapkan, sebab yang disuruh membuat pernyataan di atas materai bahwa kisrus di 18 tentang sumbangan dan lain-lain itu tidak benar, dan yg diminta tanda tangan adalah para wakil, walikelas, guru honor, dan P3K dengan ancaman apabila tidak mau tandatangan maka SK P3K akan dibatalkan. Padahal banyak P3K yg tidak tahu-menahu masalahnya namun terpaksa harus membuat surat pernyataan sebab takut. 


Menurut guru YH dimana pihak diknas sebab masalah ini sudah setahun namun tidak kelar juga. Ada apa dan mengapa?.

Dan masalah ini sudah diangkat di DPRD Sumsel sebanyak tiga kali pada periode 2024 dan audiensi 1 kali dengan DPRD Sumsel pada Tahun 2025. Pihak diknas terkesan diam san tutup mata padahal banyak guru yang bertanya apa diknas tidak mendengar jika ada gejolak artinya ada pengawasan melekat yang kendor di internal sehingga materi ini akhirnya terbuka keluar. 

"Sampai akhirnya guru-gur di BAP polisi bahkan ada yg didatangi polisi ke rumah hanya untuk mencari info atau menyelidiki," akunya.


Tambah YH, guru-guru menyampaikan jika kepsek dinonaktifkan maka semua bisa bicara terkait masalah ini karena guru-guru tidak berani takut kena ancam mutasi.

"Untuk adanya penahanan ijazah bagi murid yang telah selesai menempuh pendidikan di SMAN 18 sejak Tahun 2014 sampai 2024 dan menurut pihak sekolah karena banyak siswa yang sudah tidak ada ada lagi di Palembang melainkna di luar kota. Padahal faktanya tidak begitu, itu disebabkan karena belum melunasi uang komite dan di benarkan oleh ZF dan ZK selaku korban iuran tersebut memang benar adanya yang diatas namakan uang komite perbulan, itupun faktanya sudah dialami alumni siswa yang keluhannya  dituangkannya dalam bentuk tertulis yang dengan lugas, jelas dipaparkan di DPRD Sumsel APBD Tahun 2024 serta dampingi oleh orang tua siswa. Dan, bahkan pihak DPRD Periode 2024 memaksa sekolah agar segera memberikan ijazah tanpa syarat apapun, karena ijazah itu hadiah negara kepada siswa dan tidak ada kaitan apapun dengan komite itu hak siswa. Namun saat ada beberapa siswa ngambil ijazah dipaksa buat surat pernyataan oleh pihak TU sehingga terjadi keributan antara siswa,  pegawai TU, dan orangtua yang terpaksa datang untuk meminta ijazah anaknya dan menanyakan memgapa harus membuat surat pernyataan 


JM melanjutkan, saat di BAP terkesan adanya penggiringan opini seolah yang disampaiikan itu memang fitnah  padahal isi berita itu 100 persen benar, dan lucunya lagi berita yang di online itu sudah di 404 kan alias ditakedown. Artinya berita sudah ditutup entah siapa yg menutup.  Namun guru-guru tetap dimintai keterangan sebagai saksi, padahal beritanya saja sudah tidak ada dan kata polisi yang melakukan penyidikan bahwa ini pencemaraan nama baik. "Saya mau tanyakan pencemaran nama baik siapa, siap pelakunya, apa permasalahannya. Jika yang disampaikan itu sesuai data dan bukti apakah itu fitnah. Penyidik penyampaikan bahwa tidak boleh mengangkat persoalan internal ke luar karena akan menyebabkan pencemaran nama baik,  artinya semua persoalan buruk-buruk di sekolah tidak bisa diungkap padahal ungkapan itu terjadi karena adanya hal yang memang perlu diangkat agar menjadi pembelajaran bagi semua pihak. 


YH menyampaiikan bahwa pada saat upacara HUT kKemerdekaan RI ke-79 Tahun kemarin kepala sekolah setelah menyampaikan pidato menteri memberikan pidato yang menghinakan guru di tengah lapangan disaat hari merdeka dengan mengatakan ada tiga oknum guru yang dan satunya sudah dilaporkan ke polisi dan rekamannnya ada. Kemudian guru dan siswa disuruh bertepuk tangan. Itu sangat menghinakan dan kami berharap apk gubernur menindaktegas keterlaluan kepsek tersebut. 


Dimana, penjualan tanjak dan selendang dengan harga jauh diatas harga pasaran dengan  mengatasnakan mengikuti arahan gubernur. 

"Menyuruh siswa OSIS untuk mematai kami dan melaporkan apa yang kami lakukan dan disuruh oleh pembina OSIS-nya. Kami berharap ada teguran terhadap tindakan diskriminasi tersebut," ungkapnya.


Harapannya, kata dia, semoga disini gubernur bisa menindaklanjuti dan memberi keadilan bagi para guru ini, sehingga tidak ada lagi diskrimilisasi terhadap guru dari kepala sekolah dan pihak polisi yang sepertinya memang menyudutkan mereka. "Menindaktegas kepala sekolah yang selalu membuat aturan sendiri mengatasnamakan jabatan, dan menakuti guru bila memberikan pendapat. Menindak tegas kepala sekolah yang memberatkan dengan aturan-aturan yang bukan sewajarnya baik kepada guru dan siswa kami," tutupnya. (Madon)

Tags:

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)